Foto: Joko Widodo
YLBHI Cs Somasi Jokowi-Menkes
Polemik kelangkaan oksigen memantik gerak Koalisi
Warga Untuk Hak Atas Kesehatan. Mereka menyampaikan somasi terbuka kepada
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dua menterinya ikut diseret.
Somasi terbuka ini disampaikan terkait isu
kelangkaan oksigen dan naiknya harga perlengkapan pendukungnya. "Satu dari
banyak kekacauan penanganan pandemi covid-19 & pelayanan hak publik adalah
soal oksigen. Oksigen & tabungnya langka. Kalau ada harganya sudah
melangit. Tingkat kematian pasien meningkat. Negara harus kita gugat! Layangkan
somasi ke Presiden @jokowi, MenDag & MenKes!" tulis akun resmi Kontras
@KontraS, Selasa (27/7).
Somasi itu dilayangkan kepada Jokowi, Menteri
Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Perdagangan (Mendag)
Muhammad Lutfi. Ada beberapa poin yang disampaikan koalisi terkait somasi itu,
yaitu pemerintah dinilai gagal menyediakan dan menyiapkan penanganan serta
pencegahan pandemi sejak tanggap bencana, pemerintah gagal memenuhi kebutuhan
dasar pada saat tanggap darurat, pemerintah gagal memenuhi kewajiban
mengendalikan harga.
"Somasi ini dilayangkan karena kelangkaan
tabung Oksigen, kelangkaan oksigen, naiknya harga tabung oksigen dan
perlengkapan pendukungnya," tulis surat somasi Koalisi masyarakat itu,
yang juga diunggah di Twitter @KontraS.
Adapun alasan dilakukannya somasi ini sebagai
berikut. Pertama, Koalisi menyoroti terkait kenaikan harga tabung oksigen dan
pengisian tabung oksigen yang tak terkendali di tengah lonjakan jumlah kasus
Corona. Koalisi memaparkan terjadi kenaikan harga hingga kelangkaan beberapa
alat kesehatan, salah satunya oksigen.
"Berdasarkan pemantauan aliansi, selama satu
bulan terakhir masyarakat diresahkan dengan kenaikan harga oksigen dan
peralatannya hingga 200-300% di pasaran," tulis surat somasi itu.
Alasan kedua, koalisi menyoroti kapasitas rumah
sakit tidak memadai sehingga memaksa pasien Covid-19 menjalani isolasi mandiri
di rumah. Koalisi juga menyoroti pasien Covid-19 yang memiliki komorbid
mestinya tidak diperbolehkan menjalani isolasi mandiri dan harus dirawat di RS
berdasarkan Keputusan Kementerian Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021
Tentang Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina dan Isolasi dalam
Rangka Percepatan Pencegahan Dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019
(Covid-19).
Ketiga, koalisi menyoroti pasien Covid-19 dengan
komorbid yang melakukan isolasi mandiri tanpa peralatan dapat menambah resiko.
Data LaporCovid menunjukkan sejak Juni-18 Juli 2020 terdapat setidaknya 675
pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isoman.
Keempat, Koalisi juga menerima pengaduan pasien
Covid-19 yang meninggal saat mencari rumah sakit. Ada juga laporan pasien
Covid-19 yang diterima koalisi meninggal saat duduk di kursi roda mengantre
kamar di rumah sakit dengan saturasi oksigen yang terus turun.
"Bahwa hal-hal tersebut di atas menunjukkan
kegagalan-kegagalan dan atau tidak dilakukannya kewajiban hukum
Pemerintah," ujar koalisi.
Koalisi menyoroti ada sejumlah hal yang dinilai
kegagalan pemerintah terkait penyediaan dan penyiapan sejak tanggap bencana,
kegagalan memenuhi kebutuhan dasar pada saat tanggap darurat dan kegagalan
memenuhi kewajiban mengendalikan harga. Terkait kegagalan penyediaan dan
penyiapan sejak tanggap bencana, Koalisi menyoroti Pasal 44 UU 24/2007
mewajibkan pemerintah untuk melakukan penanggulangan bencana meliputi
kesiapsiagaan, peringatan dini, mitigasi bencana.
Kesiapsiagaan dalam Pasal 45 (2) UU 24/2007
dilakukan melalui a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana. b. pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini.
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. d.
pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat. e. penyiapan lokasi evakuasi. f. penyusunan data akurat, informasi,
dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana. g. penyediaan dan
penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan
sarana.
Koalisi menyebut kasus Covid-19 sebenarnya telah
dilaporkan pada 31 Desember 2019 di Wuhan dan kemudian menjalar ke negara lain.
Koalisi menilai Indonesia sebenarnya memiliki beberapa bulan untuk melakukan
persiapan RS, tabung gas oksigen dan oksigen karena kasus Covid-19 terdeteksi
pertama kali pada Desember 2019.
"Tetapi, sebelum Covid-19 terdeteksi di
Indonesia, tidak melakukan tindakan berarti, bahkan masih memiliki program
untuk mendatangkan wisatawan. Pada tanggal 25 Februari 2020 Pemerintah
menganggarkan Rp 298,5 miliar untuk menarik minat wisatawan mancanegara,"
tulis surat somasi itu.
Kemudian, koalisi melayangkan somasi kepada
Jokowi dan dua menterinya karena dinilai gagal memenuhi kebutuhan dasar pada
saat tanggap darurat. Adapun Presiden Jokowi telah mengeluarkan Keppres 12/2020
untuk menetapkan status bencana nasional non alam, kemudian Pasal 48 d UU 24/2007
mengatur terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat meliputi pemenuhan kebutuhan dasar. Selain itu di Pasal 53 UU 24/2007
diatur pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan
psikososial, penampungan dan tempat hunian.
Sementara itu, dalam masa pandemi Covid-19,
koalisi menilai mestinya pemerintah menyediakan ketersediaan tabung oksigen
sebagai kebutuhan utama penyakit terkait pernapasan. "Bahwa tabung
Oksigen, oksigen adalah kebutuhan utama penyakit yang terkait pernapasan dan
menjadi kewajiban Pemerintah untuk menyediakannya. Dalam konteks saat ini,
kegagalan ini berakibat fatal pada beberapa kondisi setidaknya meninggal saat menunggu
kamar dan meninggal karena tidak mendapatkan oksigen meskipun berada di rumah
sakit," tulis surat somasi itu.
Selain itu, pemerintah dinilai gagal
mengendalikan harga alat-alat kesehatan, termasuk tabung gas oksigen. Padahal
menurut koalisi, ada sejumlah pasal yang mengatur terkait kewajiban pemerintah
dan pemerintah daerah mengendalikan barang kebutuhan pokok/atau barang penting
di NRKI dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik dan harga terjangkau yang
diatur di UU 7 Tahun 2-14 tentang Perdagangan.
Koalisi masyarakat meminta agar Jokowi dan dua
menteri lainnya melakukan pengendalian harga dan memastikan ketersediaan
oksigen dan distribusinya terkait penanganan pandemi Covid-19. Jika tidak
dilakukan, Koalisi menyebut dalam waktu 7 hari akan dilakukan langkah hukum.
"Berdasarkan hal-hal di atas, kami meminta
Presiden, Menteri Perdagangan, dan Menteri Kesehatan segera mengendalikan
harga, memastikan ketersediaan oksigen dan tabung oksigen serta memastikan
distribusinya dalam waktu 7 hari (7x24 Jam). Jika dalam waktu tersebut tidak
dipenuhi, kami akan melakukan langkah-langkah hukum dan konstitusional sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tulis surat somasi itu.
Surat somasi itu ditandatangani pada 25 Juli oleh
107 organisasi masyarakat, seperti YLBHI, ICW, LBH, KontraS, Greenpeace
Indonesia, Aliansi BEM Seluruh Indonesia, dan lainnya.
Diketahui, pemerintah memastikan akan mempermudah
sejumlah aturan untuk mempermudah impor oksigen untuk daerah di perbatasan dan
bahan baku obat. Ketersediaan oksigen akan terus ditingkatkan.
"Arahan Bapak Presiden terkait dengan
ketersediaan oksigen tentu dengan fasilitas-fasilitas yang ada ini beberapa
pabrik di luar Jawa, di Batam, ada pabrik gas dan di beberapa wilayah industri,
apakah itu di Morowali, apakah itu di Wedabe apakah itu juga di daerah
Freeport. Demikian pula di Kalimantan Timur di pabrik-pabrik pupuk," kata
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual, Minggu
(25/7).
"Seluruhnya akan ditingkatkan untuk di luar
Jawa," lanjutnya.
Terkait daerah di wilayah perbatasan, pemerintah
akan menyederhanakan aturan. Aturan ini dikeluarkan agar impor oksigen lebih
mudah.
"Namun, untuk di daerah perbatasan itu,
antara lain di Kalbar atau Kaltara, pemerintah akan memberikan kemudahan untuk
impor oksigen dan ini akan segera dibuatkan regulasi yang
menyederhanakan," ungkapnya.
Selanjutnya, aturan terkait impor bahan baku
obat-obatan juga dipersiapkan. Demikian pula untuk obat-obatan yang diproduksi
oleh BUMN atau perusahaan swasta.
"Terkait dengan ketersediaan obat, Bapak
Presiden memberi arahan bahwa kemudahan impor bahan baku juga dipersiapkan.
Demikian pula obat-obatan, baik itu para perusahaan yang di bidang farmasi baik
itu BUMN maupun swasta yang mempunyai izin impor," katanya. (detik)
Komentar