Foto: Hearing Komisi III DPRD Sulut terkait persoalan lahan PT HWR
PT HWR Mengadu ke DPRD Sulut
Manado, MS - PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) Ratatotok mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Masalah ketidakjelasan wewenang dalam pengelolaan lahan di wilayah pengerjaannya jadi penyebab. Perusahaan tambang ini meminta jalan keluar.
Hal tersebut terungkap dalam hearing yang digelar DPRD Sulut lintas komisi 3 dan 2, Selasa (23/5/2023). Ketika itu, perusahaan mengeluhkan terkait dengan lahan di wilayah pengerjaan mereka bermasalah terkait dengan statusnya. "Sampai saat ini, kita belum tahu pasti kejelasan kepemilikan tanah. Izin Usha Pertambangan (IUP) PT HWR ada 99.9 hektare. Di Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara," ungkap Corry Giroth dari PT HWR.
Menurutnya, mereka dari perusahaan sangat menjunjung tinggi saran-saran dari dewan. Namun masalahnya bagaimana solusi belum didapat. Sementara mereka sudah tiga tahun berjalan, telah melaporkan masalah-masalah semuanya, baik ke polisi dan kejaksaan namun belum ada tindakan lebih. "Jadi langkah ke depan kita tetap akan koordinasi dengan dinas kehutanan untuk mengatasi atau menerbitkan lahan yang didalamnya ada PT HWR. Jadi kami sudah tidak tahu mau lapor kemana. Semua kerusakan yang ditimbulkan itu kita yang bayar. Bayar ke negara lewat ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional," ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Jemmy Ringkuangan menyampaikan, dalam ketentuan, jika terjadi konflik di area konsesi, PT HWR harus menyelesaikan hak-hak pihak ketiga. Jika terdapat hak-hak pihak ketiga pinjam pakai kawasan hutan maka meminta bimbingan dari pemerintah daerah.
Lanjutnya, terkait dengan hukum adat memang berlaku di Sulut. Terkait tanah suap raja yang dikuasai para sultan, itu setelah diundang-undangkan telah jadi tenaga negara. Itu dialihkan tanah suap raja, jadi tanah negara. Kewenangan sesuai Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan lindung dan hutan produksi, termasuk hutan produksi terbatas dikuasai Pemerintah Provinsi. Sementara hutan konservasi atau suaka margasatwa dikuasai pemerintah pusat. Jadi kami semua pemilik hak atas tanah yang dikuasai PT HWR. Yang memberikan izin konsesi adalah Pemprov siapa didalamnya, eksekutif dan legislatif. Hanya saja diberikan pengelolaannya di dinas kehutanan," ungkap Ringkuangan.
Terkait persoalan tersebut Anggota Komisi II DPRD Sulut Julius Jems Tuuk menganggap dewan tidak bisa mengeluarkan rekomendasi solusi terkait hal ini. Ketua Komisi III DPRD Sulut, Berty Kapoyos menambahkan, rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh pihaknya tidak ada yang lain, selain rekomendasi untuk penyelesaian. "Kita hanya bisa memberikan rekomendasi untuk penyelesaian," ujar Berty. (arfin tompodung)
Komentar