KURSI SEKPROV SULUT ‘PANAS’, BIROKRAT BMR DIDORONG
Manado, MS
Kursi panas Sekretaris Provinsi
(Sekprov) Sulawesi Utara (Sulut) mulai diperbincangkan. Perebutan posisi ‘panglima’
Aparatur Sipil Negara (ASN) bumi Nyiur Melambai itu dipastikan ketat. Sederet
birokrat handal mulai ‘dielus’ menjadi suksesor Edwin Silangen, yang pada akhir
tahun ini memasuki masa pensiun.
Asa besar menempatkan
putra-putri daerahnya pada jenjang karir tertinggi ASN Provinsi Sulut, bergema
dari wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR). Sejumlah birokrat potensial yang
saat ini berkiprah di pemerintah provinsi maupun daerah ‘disodor’. Antara lain,
Abdulah Mokoginta, Mutu Mokoginta, Bahagia Mokoagow, Asripan Nani, Tahlis
Gallang, Arvan Ohy dan Sonny Waroka. Mereka dinilai berprestasi, pekerja keras,
kapabel, memiliki segudang pengalaman serta merupakan kader birokrat terbaik
asal BMR.
"Gubernur Sulut Olly
Dondokambey wajib membuktikan komitmen dan janji-janji politiknya untuk memberikan
peluang dan ruang kepada putra putri terbaik BMR dalam hal penempatan job
birokrasi di tingkat pemerintah provinsi,”
ujar Ketua Baitul Musliman Indonesia (Bamusi) Bolaang Mongondow Utara (Bolmut),
Arman Lumoto, baru-baru ini.
Dia beralasan, secara geografis
BMR mempunyai luas wilayah seperdua dari luas wilayah Provinsi Sulut dengan
etnis budaya yang sangat paripurna. BMR memiliki persentase hasil-hasil
komoditi pertanian yang cukup melimpah ruah. “Sebagian indikator ini dapat menjadi prasyarat posisioning
jabatan Sekprov Sulut ke depannya," beber Arman.
Untuk itu, mantan Wakil Ketua
DPRD Bolmut ini berharap, jabatan Sekprov pada pemerintahan Olly
Dondokambey-Steven Kandouw (OD-SK) saat ini, bisa memberikan ruang dan
kesempatan kepada birokrat BMR. “Hal ini berbanding Lurus dengan janji-janji
politik OD-SK pada saat kampanye dan masih banyak lagi indikator lainya yang dapat
dijadikan pertimbangan oleh Pak Gubernur,” sebut Arman, sembari menyebut nama
Sekda Asripan Nani yang menurut dia merupakan salah satu birokrasi handal dan
sudah memenuhi syarat menempati posisi strategis itu.
Di tempat terpisah, Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulut Daerah Pemilihan (Dapil) BMR, Rocky
Wowor, turut menanggapi. Bagi Rocky, penempatan pejabat pada posisi strategis
di lingkungan Pemprov Sulut merupakan hak kewenangan gubernur. Dirinya sangat
yakin gubernur sudah melewati proses kajian terkait hal ini, dengan melihat
kader-kader terbaik untuk ditempatkan dalam posisi strategis Pemprov Sulut.
"Itu wewenangnya gubernur kita yakin pasti gubernur sudah menyiapkan kader
terbaik," kata Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
DPRD Sulut.
Dia juga menyampaikan, hingga
kini ada banyak pejabat Eselon II dari Bolmong. Mereka merupakan kader-kader
terbaik dalam jajaran birokrat. "Ada banyak yang dari Bolmong di jabatan
Pemprov Sulut mereka juga kader-kader terbaik," terangnya.
Terkait kursi Sekprov Sulut,
Rocky kembali menegaskan, bahwa itu menjadi hak prerogatif gubernur. Hal ini
karena mengemban tugas sebagai Sekprov tidaklah mudah. "Itu hak prerogatif
pak gubernur. Karena jabatan Sekprov ini harus mempunyai kapasitas. Dia dari
eselon satu dan harus mengakomodir semuanya dan para pejabat Eselon II. Ibarat
Sekprov ini tangan kanannya kepala daerah," tandas Anggota Komisi II DPRD
Sulut itu.
Hal senada disampaikan Anggota
DPRD Sulut Dapil BMR, Raski Mokodompit. Bagi Ketua Fraksi Partai Golongan Karya
(Golkar) DPRD Sulut ini, merupakan suatu kebanggaan bila ada pejabat ASN yang
ditunjuk dari putra putri BMR menduduki jabatan strategis seperti Sekprov dan
lainnya. Hanya saja menurutnya, ada baiknya untuk memanfaatkan ASN asal BMR
yang sudah ada di Pemprov. "Seperti Abdulah Mokoginta, Mutu Mokoginta,
Bahagia Mokoagow dan lainnya. Mereka ini kader birokrat asal BMR yang sedang
berkarir di Pemprov Sulut dan track recordnya sangat bersih," beber Anggota
Komisi III DPRD Sulut ini.
Pun begitu, Raski mengakui,
untuk menentukan jabatan strategis bagi ASN dari BMR semuanya hak prerogatif
gubernur. Namun, sebagai putra BMR, tentu dirinya sangat berbangga kalau ada
kader BMR ditempatkan gubernur menduduki posisi strategis. Terlepas dari janji
ketika Pilgub, kapasitas mereka tentunya sudah teruji dan memiliki ‘track
record’ atau punya kemampuan yang sudah terbukti.
"Mereka perlu diperhatikan
atas kinerjanya. Jadi jangan lagi bicara transfer dari kabupaten kota ke
provinsi. Kecuali kalau kurang SDM-nya (sumber daya manusia) boleh tambah dari
sana untuk menduduki jabatan strategis. Kemampuan mereka yang ada di Pemprov
bagi saya sudah di atas rata-rata. Jadi kalau sudah kekurangan baru bicara
transfer ditarik kabupaten kota tapi bukan menutup pintu bagi yang ada di
kabupaten kota tapi mereka yang berkarir di Pemprov sudah di atas
rata-rata," kuncinya.
Sekedar diketahui, Sekprov Sulut
Edwin Silangen akan memasuki masa purnabakti sekira akhir tahun ini. Makanya, diskusi
mengenai calon pengganti birokrat pengalaman dan sarat prestasi itu, terus
menghiasi ruang publik. Terdapat sederet nama yang juga disebut-sebut
berpeluang besar menggantikan posisi Silangen. Termasuk Meki Onibala, Femmy
Suluh, Lynda Watania, Ronald Sorongan, Marhaen Roy Tumiwa, Ronald Sorongan dan
Christiano Talumepa.
YASTI: HAK PREROGATIF GUBERNUR
Wacana masuknya para pejabat
asal BMR di tubuh Pemprov Sulut di bawah kendali Gubernur dan Wakil Gubernur
(Wagub) Sulut, Olly Dondokambey dan Steven Kandouw, terus berdengung. Merespon
itu, sejumlah pihak riuh menanggapi. Termasuk petinggi daerah di BMR.
Adalah Bupati Kabupaten Bolaang
Mongondow (Bolmong), Yasti Soepredjo Mokoagow. Dia menekankan bahwa hal
tersebut merupakan hak prerogatif dari Gubernur Olly Dondokambey selaku Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK).
Meski begitu, Yasti sendiri
mendukung masuknya kader daerah BMR di kabinet OD-SK. Baik kader BMR yang saat
ini telah mengabdi di Pemprov Sulut, mau pun dari lima daerah di BMR yang akan
dipromosikan ke Pemprov Sulut. “Bukan berarti lima dari BMR lalu ke sana
(Pemprov). Artinya, adalah orang BMR yang sudah berkiprah di provinsi, tapi
ditambah juga dengan orang-orang BMR yang akan ke sana. Itu hak prerogatif
Gubernur,” ucap Yasti.
Dia juga membeberkan bahwa akan
ada birokrat asal BMR yang akan mendapat posisi strategis di Pemprov Sulut.
Utamanya, mereka yang saat ini sudah berstatus sebagai ASN Pemprov Sulut. “Ada
lah birokrat BMR yang akan dipromosikan, maksudnya, yang pertama tentunya yang
sudah di Pemprov Sulut. Soal akan jadi Kepala Dinas atau apa, itu hak
prerogatif dari Pak Gubernur Sulut,” tutur Yasti.
Untuk diketahui, penempatan
birokrat dari BMR menjadi salah satu isu yang menghangat pada saat Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut yang dihelat di tahun
2020 lalu. Selain itu, jabatan strategis untuk birokrat BMR di Pemprov Sulut
pun menjadi poin yang diharapkan oleh masyarakat khususnya BMR.
Untuk saat ini, ada beberapa
birokrat asal BMR yang berkiprah di Pemprov Sulut. Sebut saja Abdullah
Mokoginta yang saat ini menjabat sebagai Kepala Biro (Karo) Administrasi
Pembangunan Pemprov Sulut. Ada juga Mutu Mokoginta yang saat ini menjabat
sebagai Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Sulut, dan Lukman
Lapadengan yang menjabat sebagai Kepala Bidang di Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda) Sulut. Ada pula sejumlah nama birokrat BMR yang digadang-gadang
masuk ke Pemprov Sulut. Seperti nama Sekda Bolmong Tahlis Gallang SIP MM. Ada
juga Sekda Bolsel Arvan Ohy, dan Sekda Boltim Sonny Waroka.
‘JALAN TERJAL’ MENUJU KURSI SEKPROV
Menjabat posisi Sekprov bukan
hal yang gampang. Beragam syarat wajib dipenuhi untuk menjadi panglima
birokrasi khususnya di level provinsi.
“Itu karena jabatan birokrasi
berbeda dengan jabatan politik. Jabatan politik diperoleh dengan berbagai macam
stretegi, termasuk power sharing. Hal ini lazim disebut koalisi. Jadi, semakin
banyak unsur-unsur dalam gerbong koalisi maka peluang kemenangan calon yang
didukung semakin besar,” terang Ferry Daud Liando, Akademisi FISIP Unsrat
Manado kepada Media Sulut, Rabu (1/9).
Dia menegaskan, untuk jabatan
birokrasi tidaklah demikian. Jabatan Sekprov dipilih atas dasar kepangkatan,
pengalaman kepemimpinan berdasarkan ‘Merit System’. Selanjutnya, faktor
penilaian lain adalah kualitas dan inovasi dan diterima banyak pihak dan mampu
bekerja sama.
“Sekprov itu adalah panglima
birokrasi. Tata kelola birokrasi yang baik sangat ditentukan oleh kualitas dari
Sekprov. Tidak ada pertimbangan lain dalam pemilihan Sekprov selain
pertimbangan di atas,” tutur pengamat politik dan pemerintahan Sulut ini.
“Jabatan Sekprov bukan atas
dasar representasi etnik, agama ataupun
wilayah. Dasar pengangkatannya murni karena penilaian atas pengalaman dan
kepemimpinanya,” sambung Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) pada Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selama dua periode itu.
Lanjut Ferry, Sekprov bertugas
menjadi implementor dalam mewujudkan
visi gubernur. Fungsi gubernur tidak hanya sebagai kepala daerah, tapi melekat
juga sebagai pejabat wakil pemerinah pusat di daerah. “Oleh karena itu, pejabat
sekprov bukan dipilih oleh gubernur tapi oleh presiden. Kewenangan gubernur
hanya sebatas menetapkan panitia seleksi. Tiga calon yang memiliki skor
tertinggi dikirim ke presiden untuk dipilih satu di antara mereka,” urai senior
member Gerakan Makasiswa Kristen Indonesia (GMKI) itu.
“Bahkan, meski memiliki otoritas
penuh mengangkat Sekprov, Presiden tetap membentuk tim dari berbagai institusi
untuk menyeleksi satu terbaik dari 3 nama yang dikirim,” sambung personil Dewan Pengurus Pusat (DPO) Persatuan
Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) periode 202O-2025.
Namun, Ferry beranggapan, jika
putra-putri daerah dari BMR menghendaki jabatan itu, merupakan hal yang wajar
dan masuk akal. “Saya kira sesuatu yang sangat wajar dan masuk akal. BMR banyak
sekali mengoleksi birokrat-birokrat handal dan berprestasi. Sehingga jika kelak
ada yang tepilih figur birokrat dari Bolmong Raya menjadi Sekprov, saya lebih
memandang itu karena disebabkan kapasitas dan kemampuan personalnya, bukan
karena jatah wilayah atau power
sharing,” kuncinya.(nanang/yadi /sonny/arfin)
Komentar