POLITIK UANG ANCAM PILKADA 2020


Gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 rawan pelanggaran. Celah mewabahnya politik uang terbuka lebar. Perhelatannya di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dinilai jadi penyebab.

‘Virus’ money politics menjadi momok menakutkan di pesta demokrasi kali ini. Aksi yang bakal menciderai kualitas pilkada itu, kans kian menggurita karena kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpuruk pada masa pandemi.

Potensi bakal maraknya politik uang ditegaskan Guru besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Prof Dr Eko Prasojo. Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 dinilainya berpeluang besar melahirkan money politics secara terselubung. "Pilkada di tengah pandemi Covid-19 juga dapat berpotensi memberikan dampak diantaranya pada minimnya kualitas interaksi calon dan masyarakat," kata Eko, Selasa (13/10).

Selain itu, Pilkada 2020 pada Desember akan menjadi ritualitas demokrasi atau prosedural semata sehingga tidak terjadi konsolidasi demokrasi lokal. Di sisi lain, Eko melihat ada hal dilematis jika Pilkada tidak dilaksanakan. Ia mengatakan, penundaan Pilkada akan berdampak pada pejabat sementara kepala daerah yang tidak dapat membuat keputusan strategis. Seperti pemakaian dana negara dan terjadi penundaan berbagai program pembangunan.

Meski demikian ada opsi lain yakni Pilkada tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pilkada 2020 yang dilakukan tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta tidak menghilangkan esensi demokrasi.

"Pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politics oleh politisi dan pengusaha. Serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang membutuhkan waktu,” ujar Eko.

Sementara itu guru besar FISIP UI, Prof Dr Valina Singka Subekti mengatakan, Pilkada serentak sangat kompleks, rumit dan berbiaya mahal. Menurut dia, Pilkada identik dengan kerumunan massa yang melibatkan banyak orang. Valina membuka opsi untuk menunda Pilkada 2020 secara keseluruhan atau parsial. Menurut dia, selama melakukan penundaan dapat dilakukan upaya pengendalian Covid-19, menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat, inovasi pengaturan perpanjangan waktu untuk pemungutan suara.

Inovasi lain yang bisa disiapkan ialah perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik, pemungutan suara via pos, kotak suara keliling dan inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera.  "Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan Pilkada. Pelaksanaan Pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko," ujar Valina.

 

DKPP MINTA PENGAWAS PEMILU KERJA EKSTRA

Polemik pilkada di tengah pandemi pula ikut diseriusi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pun diharapkan bisa berupaya lebih keras menanganinya.

Seluruh pasangan calon dinilai DKPP, akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suara. Termasuk menawarkan uang kepada pemilih yang sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Maka dari itu jajaran pengawas pemilu diharapkan bekerja keras dalam mencari bukti. Alasannya, regulasi Bawaslu untuk memproses laporan atau temuan politik uang dinilai masih sangat lemah yakni hanya melakukan pemanggilan.

“Bawaslu hanya memanggil, bukan memanggil paksa kepada calon yang melakukan pelanggaran politik uang ini. Oleh sebab itu, Bawaslu harus melalukan kajian secara serius, proses verifikasi secara formal, atau menjemput bola, ekstra kerja keras dalam mencari bukti,” kata Anggota DKPP, Alfitra Salamm, dalam kegiatan Bimbingan Teknis Kode Etik Bagi Bawaslu Kabupaten dan Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Rokan Hilir dengan Tema ‘Potensi Pelanggaran Administrasi, Pidana dan Etik dalam Pilkada Rokan Hilir Tahun 2020’ di Aula Gedung Miaran Rais Bagansiapiapi, Minggu (11/10).

Alfitra berpesan agar menjadi pengawas pemilu yang cerdas dengan memahami undang-undang kepemiluan dan peraturan lain di bawahnya yang terkait dengan pengawasan. “Pilkada di masa pandemi ini tantangan untuk semua pihak, terutama para pasangan calon. Bisa jadi akan banyak terjadi pelanggaran terutama di akhir masa atau tahapan kampanye,” pungkas Alfitra.

Ia mengingatkan untuk waspada dengan politik uang jelang hari pencoblosan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang. Jelang hari pencoblosan, para pasangan calon, partai politik dan tim sukses diprediksi bergerilya. Mereka akan menawarkan sejumlah uang kepada pemilih atau dikenal dengan nama serangan fajar. “Pada detik-detik terakhir kampanye nanti, akan banyak pasangan calon gunakan metode uang untuk menarik masyarakat. Sebab tidak ada lagi kumpul-kumpul tidak ada dangdutan atau kampanye akbar,” ungkap Alfitra.

 

WASPADA MODUS BARU, BAWASLU LAKUKAN ANTISIPASI

Potensi bakal maraknya politik uang pada pilkada 2020 diakui Bawaslu Republik Indonesia (RI). Gerak antisipasi pun tengah dipersiapkan. Sederet lembaga ikut dilibatkan untuk menghadapinya.

Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyoroti soal potensi terjadinya politik uang dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Baginya, Bawaslu telah mewaspadai munculnya modus baru dalam politik uang. “Kami mendeteksi beberapa potensi pelanggaran yang terjadi pada masa pandemi Covid-19, terutama memang yang menjadi kekhawatiran besar kami adalah soal politik uang," kata Ratna dalam telekonferensi Populi Center dan Smart FM Network yang bertajuk ‘Kampanye Pilkada di Tengah Virus Corona’, Sabtu (19/9) lalu.

Masa pandemi Covid-19 dinilainya membuat perekonomian ikut terpuruk. Dalam situasi ekonomi yang sulit, masyarakat dapat menjadi permisif terhadap politik uang hingga dapat berkembang munculnya modus baru. "Karena di tengah situasi ekonomi yang terpuruk seperti ini bisa saja masyarakat kita berubah menjadi sangat permisif terhadap politik uang dan bisa berkembang modus-modus baru dengan memanfaatkan pandemi Covid-19," ujar Ratna.

Oleh sebab itu, Ratna mengungkapkan Bawaslu telah melakukan langkah antisipasi terkait hadirnya potensi politik uang dalam pilkada. Ia menjelaskan, sudah melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Sebagai langkah antisipasi agar proses penegakkan hukum ini tidak mengalami hambatan terutama dengan pembuktian politik uang. Kami sudah melakukan kerja sama dengan KPK dan PPATK," ujar Ratna.

Ratna berharap PPATK mendukung Bawaslu terkait adanya modus politik uang yang dilakukan dengan menggunakan jasa transfer perbankan. Sementara itu, KPK dapat mendukung dengan memberikan pengawasan terhadap pasangan calon pilkada yang berstatus sebagai petahana pada Pilkada 2020.

"Harapan kami, kalau kemudian muncul modus politik uang yang dilakukan secara transfer menggunakan jasa perbankan misalnya, karena ini sudah pernah terjadi di beberapa pilkada sebelumnya, maka kerja-kerja penanganan pelanggaran ini atau penegakan hukum ini bisa di-support PPATK," ujar Ratna.

"Kemudian juga kami kerja sama dengan KPK karena dalam pilkada ini kan ada beberapa, kurang lebih 230 calon, yang berasal dari petahana. Ini kan jadi kewenangan KPK," imbuhnya.

Selain itu, Ratna mengungkapkan, Bawaslu melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian. Khususnya terkait pelanggaran dalam menggunakan media sosial. "Beberapa pelanggaran yang terkait dengan penggunaan media sosial, kami juga sudah kerja sama dengan tim Siber Mabes Polri," tuturnya.

Belum lama ini pula, komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar mengungkapkan, terkait adanya penemuan dugaan politik uang dan dugaan penyalahgunaan fasilitas pemerintah. Namun Fritz tak memaparkan di mana saja dugaan pelanggaran tersebut ditemukan. "Delapan kasus dugaan politik uang dan sembilan kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas pemerintah," ujar Fritz, Selasa (6/10), seraya mengakui bahwa pihaknya sedang menindaklanjuti dugaan pelangggaran tersebut.

Diketahui, pelaksanaan pilkada serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Nantinya, Pilkada 2020 akan diikuti oleh 270 daerah. (tempo/detik/dkpp)


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting