Jual Beli Jabatan Disinyalir Marak di Daerah


BIROKRASI di daerah kembali jadi bahan pergunjingan. Itu disebabkan indikasi jual beli jabatan yang masif terjadi. Untuk menangkal praktik –praktik tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan.

Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Prof Sofian Effendi. Dia mengaku, PBB memuji proses seleksi penerimaan ASN di Indonesia saat ini sudah transparan dan minim suap. Namun, hal itu rupanya baru terjadi di tingkat pusat, sedangkan di level daerah baru sekitar 10 persennya yang bebas dari KKN termasuk di Pemprov DKI Jakarta.

"Kami tahu, jual beli jabatan di DKI itu marak juga. Tarifnya untuk menjadi kepala-kepala dinas di DKI itu akan membuat saudara terkejut," kata Sofyan.

Tapi sejauh ini, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM itu mengaku tak punya bukti otentik, karena pelaporan jual beli jabatan di DKI lebih sepi ketimbang dari provinsi-provinsi lain. Ke depan, ia mengungkapkan perlunya bekerja sama dengan KPK untuk dapat mengungkapkan isu ini dengan gamblang.

Berkaca dari kasus penangkapan Bupati Klaten Sri Hartini oleh KPK pada akhir 2016, yang bila ditotal nilai jual beli jabatan di sana bisa mencapai ratusan miliar maka secara nasional nilai akumulatifnya sekitar RP 60 triliun. Di level daerah posisi atau jabatan yang biasa dikenakan tarif mulai kepala dinas, camat bahkan hingga lurah dan kepala sekolah. Praktik ini bisa terjadi lantaran ada kepentingan politik, birokrasi, dan juga para pemilik modal.

Tapi Sofian mengakui ada pengecualian untuk daerah-daerah tertentu yang dipimpin oleh figur-figur popular seperti Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi dan Tri Rismaharini (Surabaya), dan Haryadi Suyuti (Yogyakarta). "Tapi figur-figur kepala daerah yang baik seperti itu itu kan cuma sekitar 10 persen," ujar Sofian.

Unsur uang dalam pengisian jabatan di banyak daerah juga terjadi karena lazimnya seseorang enggan untuk bertugas di luar Jawa yang jauh dari keluarga. Sofian mencontohkan kasus yang kerap didengarnya adalah dalam penempatan guru atau tenaga kesehatan. Misalnya saja ada seorang dokter yang baru lulus atau baru menyelesaikan program spesialis dengan biaya tidak murah. "Tentu akan memilih tetap di Jawa yang jumlah penduduknya sangat padat. Ini menyangkut pangsa pasar dan agar biaya kulia yang dikeluarkan bisa cepat kembali," kata mantan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu.

Terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin menepis masih masifnya praktik jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Kalau pun ada, Syafruddin menilai angkanya tidak tinggi. "Saya yakin kalau pun ada jumlahnya hanya sedikit sekali dan saat ini penegak hukum sedang menanganinya. Kita dukung hal tersebut," kata Syafruddin dalam keterangannya, Kamis (4/4).

Syafruddin kemudian menyoroti ucapan Ketua KASN Sofian Effendi dalam Blak blakan yang ditayangkan detikcom pada Rabu, 3 April kemarin. Syafruddin menepis bila praktik jual-beli jabatan masih marak terjadi. "Saya tegaskan di sini tudingan tersebut tidak benar, Selaku Menpan saya bantah keras tudingan yang dikatakan KASN yang mengatakan 90 persen kementerian melakukan jual-beli jabatan," kata Syafruddin.

"Sistemnya sangat jelas, obyektif dan terbuka. Mulai dari open bidding kemudian terdapat panitia seleksi, hasilnya diawasi oleh Ombudsman, masyarakat, media bahkan juga pengawas internal," imbuh Syafruddin.(dtc)


Komentar

Populer Hari ini




Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting