RIBUT WACANA PENGHAPUSAN UN


Jakarta, MS

Konstelasi tanah air kembali gaduh. Rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) yang dibunyikan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Uno, picu kontroversi. Reaksi beragam muncul menyikapi wacana yang menghentak panggung debat Cawapres, Minggu (17/3).

Pro kontra penghapusan UN, kini menjadi perdebatan publik. Itu karena wacana tersebut menjadi isu seksi dalam dunia pendidikan. Sejumlah pihak di level nasional dan daerah akhirnya bersuara. Aksi menolak hingga memberikan dukungan merebak.

Teranyar, alasan Sandiaga berencana menghapus ujian nasional, karena menjadi salah satu sumber biaya tertinggi dalam sistem pendidikan nasional. "Kami juga akan menghapus ujian nasional. Ini adalah salah satu sumber biaya yang tinggi bagi sistem pendidikan kita," kata Sandiaga di Hotel Sultan, Jakarta Pusat.

Makanya, jika terpilih sebagai wakil presiden (wapres), dia akan mengganti UN dengan penelusuran minat dan bakat. Hal itu dinilai lebih aplikatif bagi peserta didik. "Sangatlah aplikatif kepada peserta didik, mereka akan mampu diarahkan ke mana mereka, ekonomi kreatif atau apa pun sesuai kemampuannya," jelasnya.

Sandiaga mengaku, fokus pemerintah nantinya akan membangun kurikulum yang baik. Selain itu, dia mendorong para peserta didik yang tidak hanya pintar, tetapi juga memiliki karakter dan sikap yang baik. "Di bawah Prabowo-Sandi, kita pastikan kurikulum kita fokus pada hal esensi dan akan membangun karakter, budi pekerti dan membangun peserta didik yang memiliki akhlakul karimah," ujar mantan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta itu.

Pernyataan cawapres nomor urut 02, dipertegas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. "Kita akan menghapus ujian nasional, kita ganti dengan penelusuran minat dan bakat. Jadi kita ingin memastikan bahwa pendidikan kita itu menjadi sarana yang menggembirakan, pendidikan yang menggembirakan. Pendidikan yang mencerahkan, kemudian dia memajukan," ungkap Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzar Simanjuntak di Media Center BPN, Jalan Sriwijaya, Jakarta Pusat, Senin (18/3).

Dahnil mengatakan UN selama ini sekadar menjadi program formalitas belaka. Selain itu, pelaksanaan UN dinilai dapat merusak moral bangsa karena kerap ditemukan sontekan saat pelaksanaan ujian. "UAN itu selama ini tidak menggembirakan anak-anak didik, siswa, murid di SD, SMP, SMA itu tidak menemukan kegembiraan di UAN. Ditambah lagi, UAN selama ini berubah sekadar menjadi formalitas, belum lagi ada pemborosan di pelaksanaan UAN. Belum lagi ada permasalahan moral terkait dengan pelaksanaan UAN, terutama mengenai tradisi nyontek dan sebagainya yang kemudian harus kita ubah," katanya.

Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno. Menurut dia, UN hanya jadi beban bagi para siswa. "Adanya UN sekarang ini menambah beban siswa," kata Eddy di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3).

Kata Eddy, UN bagi siswa di bangku SMA sama sekali tidak memberikan manfaat. Terutama bagi mereka yang sudah mengetahui jurusan yang mau diambil di tingkat universitas. "Kita cari alternatif ujian pendidikan yang sebelumnya memang sudah berlaku dengan baik. UN itu pada akhirnya menambah beban untuk pendidikan siswa-siswa kita," katanya.

Sementara itu, ‘misi’ penghapusan UN telah mengundang pertentangan. Arus penolakan mengalir deras. Seperti disampaikan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin. Mereka memandang rencana itu hanya untuk menarik suara pemilih yang masih duduk di bangku sekolah. "Buat kami penghapusan UN kalau alasan hanya sekadar pemborosan anggaran tentu sangat naif. Justru UN ini sebagai upaya kita memiliki standar kompetensi lulusan siswa secara nasional. Bagaimana mungkin kita akan memiliki daya saing. Kalau kita tidak memiliki standar kompetensi kelulusan siswa, yang memang secara nasional dijadikan parameternya," kata juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily di Posko Cemara, Jakarta Pusat (18/3).

Ace menduga, wacana tersebut dilontarkan Sandiaga hanya untuk mendongkrak suara. Ace menilai cara itu hanya untuk membuat masyarakat terlena. "Saya khawatir, dugaan saya apa yang disampaikan sandi tentang UN ini untuk meraih simpati para calon lulusan SMA atau SMK yang sudah memiliki hak suara. Tentu itu harus dihindari, jangan sampai kita meninabobokan masyarakat terutama kalangan muda," sebut Ace.

Demikian juga disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bambang Soesatyo (Bamsoet). Ia menilai UN penting sebagai tolok ukur kualitas pendidikan. "Menurut saya kita ini lagi mengejar kualitas pendidikan yang baik. Salah satu cara mengukur apakah sekolah atau para pendidikan melakukan pendidikan dengan baik adalah dengan ujian yang dilakukan secara nasional," aku Bamsoet di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/3).

UN ditegaskan Bamsoet bisa menjadi indikator kesamarataan pendidikan di Indonesia. "Jadi terukur mereka memiliki pengetahuan yang merata. Kita tidak ingin juga kalau tidak UN kualitas pendidikan antara satu daerah dan daerah lain jomplang ya," tuturnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Baskara Aji menilai, gagasan itu perlu dimatangkan dahulu. "Jadi kalau saya itu sebetulnya berharap untuk mengambil keputusan (yang) berlaku untuk semua, sebaiknya kita diskusikan matang dulu," jelas Baskara kepada wartawan di Kantor DPRD DIY Jalan Malioboro Kota Yogyakarta, Senin (18/3).

"Karena kalau tiba-tiba, kemudian misalnya sekarang ini diambil keputusan tidak ada ujian nasional, maka kita harus punya pengganti dulu yang kira-kira sudah kita sepakati bersama," sambung Baskara.

Menurutnya, selama ini pemerintah memakai hasil UN sebagai barometer untuk mengukur tingkat kompetensi peserta didik. Jika UN dihapuskan secara tiba-tiba, maka dikhawatirkan tidak ada lagi alat ukur untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa. "(Tolak ukur) daya serap anak di setiap sekolah itu kan satu-satunya baru ujian nasional yang kita pakai. Kalau kemudian kita menggantinya dengan tes minat bakat, itu tidak bisa membuat materi-materi yang sifatnya nasional kita ketahui daya serapnya," kata Baskara.

Sementara, penilaian peserta didik berdasarkan penelusuran minat dan bakat sendiri, kata Baskara, sudah lama diterapkan di DIY. Dia mencontohkan, program Pembinaan Pusat Minat Bakat Istimewa (PPMBI) yang sudah dijalankan di berbagai sekolah. "Olahraga kita kerjasama dengan FIK (Fakultas Ilmu Keguruan), seni budaya kita kerjasama dengan pihak-pihak lembaga seni budaya. Sains kita kerjasama dengan UGM dan seterusnya, ITB dan seterusnya," sebutnya.

"Jadi keputusan (untuk) menghentikan atau jalan terus (terkait kebijakan) ujian nasional bagi saya mari kita pikirkan dulu, kita diskusikan matang dulu penggantinya apa," lugasnya.

MENDIKBUD BERSIKAP

Wacana Sandiaga soal penghapusan UN, telah menyita polemik. Untuk itu, kementerian teknis yang berkaitan erat dengan pelaksanaan UN, langsung bersikap.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, mengungkapkan, kalau dirinya tidak mempersoalkan adanya nama ujian atau tidak. Namun, Muhadjir menegaskan, jika yang tidak boleh dihapus adalah evaluasi tingkat nasional. Pasalnya, evaluasi tingkat nasional tersebut merupakan amanat Undang Undang Sistem Pendidikan.

"Soal namanya ujian nasional atau apa itu terserah. Tapi yang tidak boleh dihapus adalah evaluasi nasional. Hal itu karena amanat dari undang-undang," kata Muhadjir di Universitas Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat (Jabar), Senin (18/3).

Muhadjir menjelaskan, jika alat untuk mengukur serta memastikan standar pendidikan, yang di dalamnya mencakup standar isi, proses, dan sebagainya, adalah evaluasi nasional. Menurutnya, dengan adanya evaluasi nasional, pemerataan pendidikan di Indonesia bisa terlihat.

"Justru dengan UN kita bisa tahu, mana-mana saja siswa atau unit satuan pendidikan yang belum mencapai standar. Nanti ada intervensi dari pusat ataupun daerah. Kita lihat mana saja yang lemah, kalau gurunya ya gurunya kita tingkatkan lagi, atau sarana dan prasarananya," ungkapnya.

Meski begitu, Muhadjir sempat menyinggung tentang peranan penting dan banyaknya keluhan tentang sulitnya ujian nasional. "Ujian nasional harus dilakukan, banyak yang mengeluh sulit, berati ujiannya benar. Kalau mengeluh gampang, itu namanya bukan ujian, tapi dagelan," kunci Muhadjir.

MENAKAR MIMPI PRABOWO-SANDI MENGHAPUS UN

Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menyatakan bakal menghapus UN jika ia dan Prabowo Subianto terpilih dalam Pilpres 2019. Tanpa menjelaskan alasan di balik gagasan tersebut, Sandi menawarkan program penelusuran minat dan bakat sebagai pengganti UN.

Seperti diketahui, UN menjadi perdebatan publik. Wacana penghapusan UN menjadi isu seksi di dunia pendidikan. UN dianggap tidak mencerminkan kualitas pendidikan, bahkan disebut sebagai pemicu kecurangan. Sebab sekolah dan dinas pendidikan menjadikan nilai baik di UN sebagai pengakuan kualitas pendidikan.

Penghapusan UN pun sempat mengemuka di publik saat diajukan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun wacana menguap karena tak disetujui pemerintah.

Pengamat pendidikan Mohammad Abduhzen menilai, gagasan Sandi sebagai prasyarat memajukan kualitas pendidikan Indonesia. "Negara-negara yang baik pendidikannya seperti Singapura telah merespons perkembangan terutama dalam menyongsong revolusi industri 4.0 dengan menghapus ujian nasional," ujar Abduhzen, Minggu (17/3).

Abduhzen menyebut penyelenggaraan selama ini kontraproduktif. Pasalnya tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan dan malah menanamkan mentalitas curang kepada anak didik.

Dia menyarankan UN diganti seperti penilaian portofolio di Singapura. Sekolah dan guru melakukan penilaian dan bimbingan secara personal dari awal masa pendidikan. Sehingga saat akhir masa pendidikan, tidak diperlukan ujian akhir. "Sesuai dengan teori multiple intelligences (kecerdasan majemuk) di mana masing-masing anak memiliki kecerdasan yang beragam. Oleh sebab itu guru dan sekolah wajib mengenali atau menelusuri setiap potensi murid untuk dikembangkan secara optimal," jelas dia.

Sementara, dihubungi terpisah, pengamat pendidikan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Budi Trikoryanto tidak setuju soal penghapusan UN.

UN, meski penyelenggaraannya masih bobrok, masih diperlukan untuk evaluasi pendidikan Indonesia. Hal yang harus dilakukan adalah pembenahan penerapan sistem. "UN perlu dipertahankan untuk potret real pendidikan. Penelusuran minat dan bakat itu untuk memulai program pendidikan bagi seorang anak, bukan untuk evaluasi akhir," ujar Budi, Minggu (17/3).

Sementara itu, Abduhzen menyampaikan jika pun UN harus dipertahankan, tidak untuk digelar setiap tahun. UN hanya untuk evaluasi penyelenggaraan pendidikan. "UN sebagai upaya pengendalian dan pemetaan mutu tetap diperlukan misalnya tiga atau empat tahun sekali. Peningkatan kualitas proses pembelajaran di mana kuncinya adalah perbaikan mutu guru," tukas Abduhzen.(dtc/okz/trb/cnn)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting