Izin PT TMS Disidangkan, Masyarakat Sangihe Diminta Jaga Kamtibmas


Manado, MS

Nadi perjuangan koalisi Save Sangihe Island (SSI) melawan Perusahaan Tambang PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut) terus berdenyut. Perlawanan terus diberikan untuk menolak eksploitasi perusahaan tambang itu di Negeri Tampungang Lawo. Masyarakat pun diminta tetap jaga stabilitas keamanan sambil menunggu putusan sidang.

SSI atau gerakan masyarakat ini telah berjuang selama satu tahun sejak dideklarasikan di Pelabuhan Tua, Kota Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe pada 3 April 2021. Meski baru seumur jagung, sumbu-sumbu peringatan, penegasan, sekaligus perlawanan masyarakat terhadap penetapan Kabupaten Pulau Sangihe menjadi wilayah konsesi PT TMS masih masif dijalankan.

“Masyarakat Sangihe menolak pulaunya dieksploitasi oleh perusahaan tambang karena pulau ini adalah pulau kecil, hanya sebesar 736,98 Kilometer Persegi, jauh di bawah batasan pulau kecil yakni lebih kecil atau sama dengan 2000 Kilometer Persegi. Hal itu jelas telah diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bahkan Pasal 35 Huruf k secara jelas menyatakan larangan pertambangan atas pulau kecil,” tutur Alfred Pontolondo selaku Koordinator SSI, Senin (4/4).

“Karena itu, perjuangan ini tidak akan terhenti. Semangat dan perlawanan untuk melindungi pulau sebagai ruang hidup Suku Bangsa Sangihe akan terus digelorakan. Kami tidak akan mundur, kami akan terus mempertahankan pulau kami dengan jalan apapun dan sampai kapanpun,” sambungnya.

Sebanyak 32 elemen masyarakat meleburkan diri dalam koalisi SSI. Semua bersatu-padu termasuk Kapitalaung (Kepala Kampung) di lingkar wilayah konsesi pertambangan PT TMS untuk menolak rencana operasi produksi perusahaan.

Sementara itu, secara litigasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat terkait Ijin Operasi Produksi (IOP) PT TMS yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI) sementara berjalan dan sudah memasuki tahap pembacaan kesimpulan, serta putusannya kemungkinan besar dua atau tiga minggu depan. Kemudian izin lingkungan yang digugat oleh SSI di PTUN Manado juga sementara berproses.

“Rencana hari Kamis (7/4) pengajuan saksi dari pihak tergugat yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulut dan tergugat intervensinya adalah PT TMS,” jelas Pontolondo.

Menurut Pontolondo, sedangkan dari sisi non-litigasi mereka melakukan pendampingan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak-dampak dari kehadiran tambang. Itu dengan dikomparasikan dengan kasus-kasus pertambangan yang terjadi di daerah lain misalnya Buyat, Rinondoran, serta pulau-pulau yang diokupasi oleh kegiatan perusahaan-perusahaan pertambangan.

Di sisi lain, SSI tidak mengesampingkan terkait keamanan, ketertiban, keselamatan dan kenyamanan masyarakat di tengah-tengah merebaknya pandemi Covid-19 hingga memasuki Bulan Suci Ramadan 1443 Hijriah/2022 Masehi saat ini.

“Tapi memang kita dengar dari pihak kepolisian, bahwa mereka membaca ada potensi ketegangan yang meningkat. Ini pun terjadi karena masyarakat tidak menginginkan PT TMS melanjutkan operasinya di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Kenapa demikian, karena secara jelas tertera sesuai dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 26 Huruf a Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, PT. TMS yang merupakan penanam modal asing itu wajib mendapatkan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan,” ungkap Pontolondo.

Sampai hari ini pun status perusahaan tersebut adalah ilegal. Beberapa waktu lalu saat perwakilan SSI menghadiri pertemuan di Luwansa Hotel and Convention Centre Manado di Jalan Pomurow No. 68, Atas, Kecamatan Tikala, Kota Manado dengan Balai Angkutan Darat Provinsi Sulut di bawah naungan Kementerian Perhubungan menyatakan, agar tidak boleh memfasilitasi PT TMS untuk dapat beroperasi.

“Mereka baru memiliki izin teknis dari SK yang di keluarkan oleh Dirjen Mineral dan Batu Bara, tanggal 29 Januari 2021. Izin teknisnya untuk mereka melakukan kegiatan operasi, tetapi izin pemanfaatan pulaunya  mereka tidak punya. Sementara mereka wajib untuk memiliki itu. Kami nyatakan waktu rapat itu termasuk pihak Polda Sulut, Dinas Perhubungan Provinsi Sulut juga hadir pada tanggal 4 Maret 2022 di Hotel Luwasa. Saya sampaikan kepada mereka itu sama seperti orang mengendarai sepeda motor, perusahaan ini baru memiliki SIMnya tetapi belum memiliki STNKnya. Bisa tidak seseorang menaiki sepeda motor tetapi belum memiliki STNKnya atas motor itu?, jelas ini pelanggaran. Jadi perusahaan ini wajib memiliki STNKnya yaitu izin pemanfaatan pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Dengan dasar itu, masyarakat kemudian hari ini mencegah alat berat PT. TMS untuk datang ke Kabupaten Kepulauan Sangihe,” terang Pontolondo.

Terkait gesekan di antara masyarakat yang nantinya bisa terjadi kapan saja, Alfred Pontolondo menegaskan, hal itu tergantung jikalau PT. TMS tidak memaksakan diri untuk memasukkan alat beratnya. SSI bisa menjamin anggota mereka untuk tidak melakukan tindakan anarkis atau kekerasan, hingga bentrok fisik.

“Potensi kerawanannya ada, karena beberapa kali kami menjaga di Pananaru untuk menghalau alat berat PT. TMS untuk kembali ke Pelabuhan di Kota Bitung. Penolakan ini akan terus berlanjut. Posisinya setiap saat kami terus menjaga, apapun yang terjadi nanti kami tetap menjaga. Kami berharap tidak ada provokasi, upaya pemaksaan oleh perusahaan ini untuk memasukkan alat beratnya. Satu hal lagi, ketika sidang ini sedang berjalan, seharusnya mereka menghargai proses persidangan dan tidak melakukan operasi produksi,  kecuali sampai ada keputusan hukum berkekuatan tetap yaitu sudah tidak bisa bergeser lagi, misalnya digugat kemudian menang, menyatakan banding, kemudian menyatakan sampai kasasi, baru perusahaan ini bisa beroperasi,” tegasnya.

Kemudian pada peringatan setahun gerakan SSI, mereka kembali menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa pulau kecil adalah penyusun barisan Nusantara. Tanpa pulau-pulau kecil, tidak akan ada Nusantara. Pulau kecil seperti Kabupaten Kepulauan Sangihe telah di huni berabad-abad lamanya dan telah memiliki rentang sejarah yang membentuk peradaban hingga hari ini.

“Karena itu pulau kecil harus dipertahankan dan dijaga. Tidak boleh ada kekuasaan dan modal atau kekuatan apapun yang memaksa pulau kecil dan masyarakat yang menghuninya harus tunduk, tersingkir lalu keluar dari ruang hidupnya karena dalih investasi atau kepentingan apapun. Negara harus menjaga pulau kecil. Jika negara tidak mampu menjaga pulau kecil dan para penghuninya, maka rakyatlah yang harus menjaga pulaunya sendiri dan mempertahankannya dengan harga diri. Bersatulah seluruh rakyat Sangihe! Bersama kita jaga dan pertahankan pulau kita!,” pungkas Pontolondo. (yaziin Solichin)


Komentar

Populer Hari ini





Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting