Foto: GPS Sulut
Terkait Kasus JAK, GPS Keluarkan Mosi Tidak Percaya
Manado, MS
Gaung kritik kembali datang dari Gerakan Perempuan Sulut
(GPS) Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
disasar. Para aktifis perempuan ini mengeluarkan mosi tak percaya sehubungan
dengan kasus James Arthur Kojongian (JAK).
Reaksi tegas terlontar dari Koordinator GPS Ruth Ketsia
Wangkai MTh. Dirinya menyampaikan, pada 16 Februari 2021, JAK resmi
diberhentikan sebagai Wakil Ketua DPRD Sulut. Lewat Badan Kehormatan DPRD Sulut
itu dibacakan dalam rapat paripurna internal DPRD Provinsi Sulut serta
pemberhentiannya sebagai anggota dewan diserahkan ke mekanisme partai Golongan
Karya (Golkar). Tindakan ini dilakukan karena JAK terbukti telah melanggar sumpah
dan janji anggota DPRD sebagaimana diatur dalam pasal 139 ayat 2 huruf b
Undang-Undang (UU) Nomor (No) 23 Tahun 2014 jo UU No 2 Tahun 2015 jo UU No 9
Tahun 2015.
Faktanya hingga saat ini tidak ada tindakan tegas dari Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar maupun Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai
Golkar Sulut untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota DPRD
Provinsi Sulut. Justru menurutnya, pimpinan DPD partai Golkar Sulut
mempertahankan JAK sebagai anggota DPRD Sulut. Bahkan mengusulkan kepada
Pimpinan DPRD Sulut agar JAK diaktifkan kembali sebagai Wakil Ketua DPRD Sulut.
Selain itu meminta agar hak protokol dan keuangannya dibayarkan. "Ini
jelas mengabaikan keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagai salah satu alat
kelengkapan dewan yang harus dihormati," tegas Ruth, Kamis (6/1).
Selanjutnya disampaikan, Kemendagri yang berwenang
mengeluarkan SK pemberhentian JAK juga tidak menjalankan kewenangannya, dengan
alasan DPRD Sulut belum melengkapi dokumen Kode Etik DPRD dan Tata Beracara
yang menjadi dasar hukum dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) pemberhentian.
Meskipun menurutnya, jelas JAK telah melanggar janji dan sumpah jabatan sebagai
anggota dewan yang terhormat adalah sebuah pelanggaran kode etik.
"Pembayaran gaji James Arthur Kojongian yang dilakukan oleh Sekretariat
DPRD Sulut atas petunjuk Pimpinan Dewan DPRD Sulut sungguh melukai hati rakyat.
JAK digaji untuk menyuarakan aspirasi rakyat, salah satunya dengan membuat
kebijakan Peraturan Daerah. Bagaimana dia bisa memperjuangkan sebuah kebijakan
yang melindungi perempuan korban kekerasan sementara dia sendiri adalah seorang
pelaku kekerasan terhadap perempuan. Bagaimana dia bisa membuat kebijakan
yang adil gender sementara dia sendiri tidak menghargai perempuan," ungkap
Ruth.
Ia menyampaikan, GPS sebagai gerakan solidaritas yang tumbuh
dari gabungan organisasi, lembaga maupun perseorangan yang peduli terhadap isu
kekerasan terhadap perempuan dan anak, jelas menyatakan bahwa apa yang
dilakukan oleh JAK adalah sebuah tindakan kejahatan kemanusiaan dan perendahan
martabat kaum perempuan. "Bahkan dinilainya sebagai ancaman kematian bagi
korban dan tidak mencerminkan perilaku seorang pejabat publik yang mewakili
rakyat," katanya
Untuk itu GPS menyatakan mosi tidak percaya kepada DPP
Partai Golkar dan DPD Partai Golkar Sulut sebagai partai yang bisa menyuarakan
aspirasi rakyat khususnya perempuan dan anak korban kekerasan. Hal itu karena
pertama, melindungi seorang pelaku kekerasan terhadap perempuan. "Kedua,
menganggap kejahatan kemanusiaan dan perendahan martabat kaum perempuan bahkan
ancaman kematian bagi korban yang dilakukan oleh James Arthur Kojongian, bukan
persoalan serius yang harus disikapi dengan melakukan pemecatan yang
bersangkutan. Ketiga, tidak memiliki komitmen untuk ikut serta menghapuskan
kekerasan terhadap perempuan dan anak serta memberikan perlindungan kepada
perempuan dan anak korban kekerasan," tegasnya.
GPS juga mendesak kepada DPRD Sulut melaksanakan amanah
Rapat Paripurna yang memutuskan JAK telah melanggar sumpah dan janji sebagai
anggota dewan yang terhormat, sebagaimana diatur dalam pasal 139 ayat 2 huruf b
UU No. 23 Tahun 2014 jo UU Nomor (No) 2 Tahun 2015 jo UU No 9 Tahun 2015. Maka
JAK tidak berhak mendapatkan gaji sebagai anggota dewan. DPRD Sulut untuk
menegakkan kehendak hati nurani rakyat yang tidak menginginkan JAK kembali
duduk sebagai wakil rakyat. "DPRD Provinsi Sulut untuk segera
menindaklanjuti surat Kemendagri dengan segera membuat Aturan Kode Etik Dan
Tata Beracara dan mengirimkan dokumen tersebut sebagai landasan hukum
pemberhentian James Arthur Kojongian. Kemendagri untuk terus mendorong DPRD
Provinsi Sulut melengkapi dokumen yang diperlukan untuk pemecatan James Arthur
Kojongian sebagai pimpinan dewan dan anggota dewan," tuturnya.
Kemendagri diminta kembali mempertimbangkan tindakan JAK
yang sudah melanggar sumpah dan janjinya sebagai anggota dewan yang pantas
untuk diberhentikan. "Ini demi menjaga marwah lembaga DPRD sebagai lembaga
negara yang diisi oleh orang-orang yang benar-benar terhormat dan amanah,"
tutup Wangkai.
Ditambahkannya, adapun Sumpah dan janji anggota DPRD
Provinsi Sulut yang harus dipenuhi berbunyi bahwa mereka akan memenuhi
kewajiban sebagai Anggota DPRD Sulut. "Bahwa saya, akan memenuhi
kewajiban saya sebagai anggota DPRD Provinsi Sulut dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman
pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945. Bahwa saya, dalam
menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya
kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada
kepentingan pribadi dan golongan. Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi
rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan negara kesatuan RI," ungkap Ruth mengutip kalimat sumpah dan
janji anggota DPRD Sulut.
Adapun diketahui, GPS lawan kekerasan terhadap perempuan dan
anak adalah gerakan solidaritas yang tumbuh dari gabungan organisasi, lembaga
maupun perseorangan yang peduli terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan
anak. Terdiri dari unsur-unsur lembaga layanan dan pendampingan korban, lembaga
lintas keagamaan, kepemudaan/kemahasiswaan, pusat studi gender universitas,
akademisi, tokoh agama, media dan jurnalis.
Lembaga-lembaga yang tergabung dalam GPS yakni Asosiasi
Pastoral Indonesia (API) Wilayah XI, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Sulut, Bacarita Karema. Rumah Studi Budaya dan Teologi, Gerakan Angkatan Muda
Kristen (GAMKI) Sulut, Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS), Koalisi Perempuan
Indonesia cabang Manado, Koalisi Perempuan Indonesia cabang Tomohon, Korps
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Metro, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Manado, Lembaga Perlindungan Anak Sulut, Lembaga Perlindungan Anak
Tomohon, Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak “Terung Ne Lumimuut” Sulut,
Muslimat NU, Persekutuan Perempuan Adat Nusantara AMAN Wilayah Sulut,
Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi Di Indonesia (PERUATI) Region
Sulawesi Utara-Tengah-Gorontalo (SULUTTENGGO), Pusat Kajian Kebudayaan
Indonesia Timur (PUKKAT), Yayasan Pelita Kasih Abadi (YPEKA) Sulut, Yayasan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (YAPPA) Sulut, Yayasan Suara Nurani Minaesa
(YSNM) Sulut dan Yayasan Swara Parangpuan (Swapar) Sulut.
Diketahui sebelumnya, terkait masalah pemberhentian JAK
dijelaskan petinggi DPD I Partai Golkar Sulut. Ketua Organisasi Kaderisasi dan
Keanggotaan (OKK) Golkar Sulut, Fernando Lamaluta dan Ketua Angkatan Muda
Partai Golkar (AMPG) Sulut Rubby Rumpesak menyampaikan, sesuai dengan yang
tercantum dalam surat terakhir dari Kemendagri bernomor 161.71/702/otda.
Tertanggal 29 Oktober 2021 yang dialamatkan kepada DPD Partai Golkar Sulut. Hal
itu perihal penjelasan akhir terkait masalah usulan pemberhentian James Arthur
Kojongian sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut.
"Dimana dalam isi surat tersebut, tegas Kementerian
Dalam Negeri menyatakan belum dapat menindaklanjuti usulan pemberhentian James
Arthur Kojongian," terang Fernando dan Rubby, Jumat (31/12). (arfin
tompodung)
Komentar