Tren dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Tinangon Tekankan Kualitas Pemilih



Manado, MS
Pemilu (Pemilihan Umum) di era disrupsi digital, menuntut kesigapan bagi penyelenggara. Selain itu, persoalan kualitas partisipasi pemilih masih jauh dari cerminan demokrasi. Hal ini menjadi tren sekaligus tantangan dalam pemilu serentak tahun 2024.

Demikian dikatakan Ketua KPU Sulut, Meidy Tinangon ketika menyampaikan materi dalam Diskusi Publik yang mengangkat tema: “Tren dan Tantangan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024” yang digelar Politician Academy di hotel Whizprime, Manado, Rabu, 29 Maret 2024.

Tinangon terlebih dahulu memaparkan standar pemilu demokratis yang menjadi sebuah kondisi yang diharapkan dalam penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, pemilu demokratis sebagai amanat pasal 22E ayat 1 UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa pemilu diselenggarakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali.

“Jadi pemilu yang luber dan jurdil serta reguler setiap lima tahun merupakan standar pemilu demokratis konstitusional di Indonesia,” ungkapnya.

Untuk mewujudkan pemilu 2024 yang demokratis, menurut Tinangon dipengaruhi oleh beberapa tren global dan nasional diantaranya adalah perkembangan masyarakat informasi dan disrupsi digital yang menyebabkan transformasi dalam demokrasi termasuk dalam penyelenggaraan pemilu.

Disrupsi digital adalah suatu efek yang mengubah hal-hal mendasar (fundamental) mengenai pandangan serta perilaku masyarakat terhadap pasar, industri, budaya, dan berbagai proses di dalamnya yang disebabkan oleh inovasi dan perkembangan teknologi digital yang semakin maju.

“Disrupsi digital juga merambah sampai pada domain kepemiluan, yang bertransformasi dari manual ke digital. KPU telah dan sedang merancang berbagai aplikasi teknologi informasi di setiap tahapan, kecuali untuk pemungutan suara, kita belum bisa e-voting,” ungkapnya.

Disrupsi digital dengan perkembangan medsos menurutnya, juga memunculkan tantangan dan masalah dalam pemilu seperti hoax, disinformasi dan hate speech (ujaran kebencian).

Terkait dengan partisipasi pemilih, secara kuantitas untuk Sulawesi Utara dari pemilu ke pemilu serta pilkada, menunjukan tren peningkatan. Di mana tingkat partisipasi pemilih saat pemilu 2019 dan pilkada 2020 melampaui target nasional, 77,5 %.

“Partisipasi merupakan inti demokrasi. Ke depan kita akan fokus bukan hanya pada jumlah tetapi pada kualitas partisipasi, yaitu bagaimana suara rakyat menjadi bernilai dan partisipasinya sesuai asas luber dan jurdil,” ungkapnya.

Tinangon juga menyebut bahwa tantangan-tantangan mewujudkan pemilu 2024 yang demokratis, tergambar dari Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dilaunching Bawaslu RI, di mana Sulut berada di peringkat kedua sebagai daerah dengan kategori rawan tinggi.

Dari IKP tersebut, untuk dimensi partisipasi Sulut berada di peringkat pertama dengan nilai indeks mencapai angka 100.

“ÌKP akan kita jadikan sebagai sebuah motivasi untuk merancang strategi mitigasi agar supaya masalah-masalah pada pemilu 2019 dapat diminimalisir saat pemilu 2024,” ungkap Tinangon.

Adapun kegiatan diskusi publik menghadirkan keynote speaker Kapolda Sulut, Setyo Budiyanto dan nara sumber lainnya, yaitu Direktur Politician Academy, Bonggas Adhi Chandra.

Sebagai peserta adalah dari unsur pengurus parpol, LSM dan insan pers.(harjunata kalalo/*)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting