OPOSISI MELEMAH, KONTROL PEMERINTAHAN KANS REDUP


Jakarta, MS

Konstelasi politik di tanah air terus bergeser. Sinyal masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam gerbong pendukung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terus menguat. Di sisi lain, kekuatan oposisi berpotensi semakin melemah. Fungsi kontrol pemerintahan dikhawatirkan meredup.

Belakangan, isu masuknya PAN dalam kabinet Indonesia Maju via reshuffle jilid II santer beredar. Informasi yang berkembang, partai politik yang dikomandoi Zulkifli Hasan ini bakal mendapat satu pos di jajaran kabinet. PAN kabarnya akan mendapat satu di antara Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dan Menteri Perhubungan (Menhub).

"Jadi, jika ada berbagai macam analisis dari para pakar mengenai bakal masuknya PAN di kabinet Jokowi reshuffle jilid II ini ataupun ada penilaian dari tim kabinet Jokowi, ketika melihat mungkin PAN ranking-nya tinggi, skornya memenuhi untuk masuk kabinet Jokowi, maka itu sebuah apresiasi. Itu semua compliment yang kita apresiasi setinggi-tingginya," kata Ketua DPP PAN, Mumtaz Rais.

PAN sebetulnya tidak ingin berangan-angan. Intinya, partai berlambang matahari putih itu siap jika diminta Presiden Jokowi masuk Kabinet Indonesia Maju. "Tetapi tetap, kita juga ranah soal reshuffle ini betul-betul domain Pak Jokowi sebagai kepala negara. Jadi kita tetap menunggu dan tidak pernah berangan-angan. Tapi, jika memang dipercaya, kita siap membantu yang terbaik untuk pos-pos yang mungkin akan diberikan kepada kami. Prinsipnya begitu," tutur Mumtaz.

Seiring adanya informasi tersebut, PAN kabarnya juga sudah menyiapkan sejumlah nama untuk dua posisi yang mungkin diberikan. Ada nama yang disiapkan untuk jadi menko, ada juga yang disiapkan untuk menjadi menteri teknis. Jatah PAN kabarnya tak bakal diambil Ketua Umum Zulkifli Hasan. Ada nama lain yang digadang-gadang, yakni Sekjen PAN Eddy Soeparno. Namun ada juga yang menyebut nama Asman Abnur sebagai kandidat menteri dari PAN.

Mumtaz Rais, saat dimintai konfirmasi mengenai nama-nama calon menteri dari PAN, mengaku tak ingin berspekulasi. Dia menyatakan mendukung Zulkifli Hasan menjadi pembantu Presiden Jokowi di kabinet. "Kalaupun dipercaya oleh Pak Jokowi untuk mengisi pos dari kabinet beliau, daripada nama yang beredar itu, kenapa nggak ketumnya sendiri. Nah, itu kalau analisis pribadi saya, tapi boleh juga siapa pun yang terbaik dinilai oleh Pak Jokowi mengisi, itu kita akan dukung secara moril dan lain-lain," ujar Mumtaz Rais.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menyatakan partai sudah menyiapkan kader-kader terbaik jika nantinya diajak bergabung masuk ke dalam kabinet oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. "Kami siap berkontribusi bagi bangsa dan negara, apapun pos yang diamanatkan nantinya. Siapa pun orangnya, bagi PAN tidak ada persoalan," ujarnya lewat keterangan tertulis, Selasa, 20 April 2021.

Namun, Guspardi menyebut sampai saat ini PAN belum menerima kepastian secara resmi dari Istana ihwal tawaran masuk ke dalam Kabinet Indonesia Maju. PAN, ujar Guspardi, masih dalam posisi menunggu.

"PAN akan menghormati apapun keputusan Jokowi terkait wacana perombakan kabinet. Jika diajak bergabung tentu itu merupakan apresiasi Presiden kepada PAN untuk memperkuat pemerintahan," tuturnya.

 

SISA-SISA OPOSISI JOKOWI

Kabar bergabungnya PAN ke dalam gerbong pendukung pemerintahan Jokowi via reshuffle jilid II berpotensi melemahkan kekuatan oposisi. PAN sendiri diketahui sebagai salah satu oposisi kuat pemerintahan Jokowi semenjak Pilpres 2019. Selain PAN, kala itu, PKS, Demokrat, dan Gerindra pun juga menjadi oposisi pemerintah.

Namun kekuatan oposisi melemah ketika Gerindra pun menyetujui untuk ikut dalam kabinet Presiden Jokowi. Saat itu, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto sepakat untuk menjadi Menteri Pertahanan Jokowi. Kekuatan oposisi pun tersisa hanya PKS, PAN, dan Partai Demokrat.

Nasib oposisi jika PAN mulai ditakar. Pakar politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin awalnya menjelaskan kondisi demokrasi di Indonesia jika PAN memutuskan bergabung. Dia menyebut Indonesia akan mengalami kerugian.

"Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances, artinya setiap kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan diyeskan oleh parlemen. Dan itu faktanya seperti itu," kata Ujang, Selasa (20/4).

Ujang lalu menjelaskan kondisi oposisi pemerintah jika PAN memutuskan untuk bergabung dengan Jokowi. Menurutnya selain memperlemah oposisi, Indonesia akan kehilangan check and balances. "Kalau saya melihatnya begini, kita membutuhkan pemerintahan yang kuat, tetapi di saat yang sama kita juga membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh, ya kan? Dengan masuknya PAN kan artinya memperkuat posisi koalisi pemerintah, artinya meminimalisir kekuatan oposisi. Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances," ucapnya.

Ujang menilai tidak hanya PAN, Jokowi memang memiliki harapan agar semua pihak dirangkul masuk ke dalam pemerintahan. Namun demikian, ini akan menjadi gangguan pada Demokrasi di Indonesia.

"Iya sebetulnya mau merangkul semua, dengan semua elemen itu masuk, artinya Jokowi akan semakin aman menjalankan pemerintahannya sampai 2024. Kalau ada yang oposisi, itu menjadi sebuah, dalam konteks kekuasaan, menjadi gangguan itu, menjadi duri dalam konteks pemerintahan, tapi dalam konteks demokrasi yang namanya check and balances itu sangat dibutuhkan, sebuah keniscayaan agar terjadi check and balances tadi," ujarnya.

Lebih lanjut, Ujang lalu menjelaskan dampak dari lemahnya oposisi beberapa tahun belakangan. Beberapa dampak tersebut yakni Revisi UU KPK hingga disahkannya UU Omnibus Law. Kedua UU tersebut sebetulnya mengalami penolakan keras dari publik. Namun faktanya, penolakan publik menjadi sia sia lantaran parlemen dikuasai pemerintah. Karena itu, Ujang menyebut pemerintah akan cenderung menjadi ‘tend to corrupt’ dengan lemahnya oposisi.

"Iyalah, tidak ada oposisi kan, misalnya gini maaf kemarin revisi UU KPK ya, walau ditolak oleh publik, karena oposisinya lemah, karena oposisinya minimalis, tidak berdaya, ya lolos-lolos aja. Lalu misalkan pengesahan UU Omnibus Law ditolak publik, masyarakat banyak yang tidak setuju, buruh banyak yang tidak setuju, tapi karena oposisinya nggak ada karena lemah ya jalan aja gitu loh, nah ini, powers tend to corrupt, kekuasaan itu akan cenderung disalahgunakan, yang bahaya di situ karena tidak ada kontrol yang kuat dari oposisi, karena oposisinya tidak ada, walau ada tadi itu minimalis tidak bekerja dengan baik karena tidak ada di parlemen," jelasnya.

Lalu Ujang berpendapat sebetulnya PAN akan mengalami kerugian jika masuk ke dalam kabinet Jokowi. Menurutnya PAN harus jadi oposisi jika mau menjadi partai yang besar. "Harusnya kalau PAN mau besar, harusnya di oposisi, kalau gabung itu memperkecil PAN, karena di pemerintahan, rakyat lebih suka kepada partai oposisi, makanya biasanya partai oposisi selalu naik suaranya, maka akan selalu dikerjai. Tapi orientasi partai itu kekuasaan, yang dicari kekuasaan, ketika dia punya peluang untuk masuk pemerintahan pasti akan masuk," ungkapnya.

 

OPOSISI DISEBUT BELUM BERPIHAK KE MASYARAKAT

Fenomena koalisi gemuk pendukung pemerintahan memantik tanggap banyak kalangan. Pengamat Jeirry Sumampow menyebut pemerintahan Presiden Jokowi akan semakin kuat tahun ini. Sebaliknya, kalangan oposisi bakal melempem.

Menurut Jeirry, kehadiran oposisi pada 2021 juga sama seperti 2020. Dikatakan, oposisi tidak akan menjadi besar karena publik bisa membaca gerakan mereka. Di sisi lain, pemerintahan Jokowi memang terus ingin merangkul rawal politik. “Seperti yang diprediksikan sebelumnya, tahun 2021 ini pemerintah akan semakin kuat, sebaliknya oposisi tidak akan tambah kuat,” tegas Jeirry.

Dia menuturkan, sepanjang 2020, pihak oposisi belum berpihak ke masyarakat. Oposisi yang tampil lebih banyak berjuang untuk kepentingan kelompoknya atau infrastruktur ekonomi yang dimiliki selama ini. “Oposisi yang hadir bukan oposisi murni, bukan oposisi genuine untuk kepentingan rakyat banyak. Lebih banyak bicara kepentingan mereka dan kekuatan ekonomi mereka,” kata Jeirry.

Jeirry menuturkan praktik oligarki memang terjadi, karena menumpuknya partai politik koalisi di pemerintahan. Akibatnya, masalah pengambilan kebijakan di negara ini ditentukan oleh kelompok oligarki tersebut. Jeirry menambahkan, untungnya praktik oligarki tersebut yaitu untuk efektivitas pemerintah. Namun praktik itu lebih banyak kerugiannya. Sebab keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan diabaikan.

Ditegaskan, sejak Reformasi 1998, Indonesia mendapatkan kebebasan seluas-luasnya. Namun, kebebasan yang diperoleh cenderung tidak terkontrol. Karena itu, Jeirry mendukung pembatasan kebebasan agar tidak menjadi anarkistis atau bebas tanpa batas.

Diketahui ada dua partai yang berpotensi tersisa di kubu oposisi. Partai Demokrat telah memastikan sikap mereka. Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat, Herzaky Mahendra Putra memastikan partainya akan tetap berada di luar pemerintahan. Hal itu juga sejalan dengan arahan ketua umum partainya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Partai Demokrat bisa menjalankan peran sebagai pengawas dan penyeimbang terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin,” ujar Herzaky kepada wartawan, Selasa (20/4).

Partai Demokrat akan menjalankan fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Sehingga demokrasi bisa berjalan baik. “Kami bisa menjalankan peran untuk check and balance, dan itu penting, sehat untuk demokrasi,” katanya.

Hal yang sama berlaku untuk PKS. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga memastikan sikap partainya untuk tetap beroposisi.  "Siapa dan kementerian mana saja, monggo saja diputuskan. PKS akan istiqomah menjadi oposisi," ujar Mardani.(dtc)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting