NASIB DEMOKRAT DI TANGAN JOKOWI


Jakarta, MS

Kisruh kepengurusan yang membelah Partai Demokrat kian kencang bergulir. Teranyar, konflik yang menyulut lahirnya dualisme kepemimpinan itu masuk ke ranah penentuan legalitas oleh pemerintah. Dua kubu akan beradu kuat mendapatkan pengakuan sah dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Perang dingin antara dua kubu hingga kini terus berlangsung sengit. Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera utara yang mendaulat Moeldoko sebagai Ketua Umum bergerak. Pendaftaran jajaran kepengurusan inti DPP Partai Demokrat hasil KLB diklaim telah diserahkan.

"Tim hukum sudah menyerahkan sekitar pukul 14.00 WIB, dan akan diverifikasi beberapa hari ke depan," kata pendiri Partai Demokrat Ilal Ferhard dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, (9/3).

Dia mengaku pihaknya sengaja tidak meramaikan pendaftaran hasil KLB ke Kemenkumham. "Kami memang punya sikap untuk tidak mengganggu konsentrasi Kemenkumham, kami tidak mau ramai-ramai datang, kami tak mau info ke media supaya kita kumpul di sana," tandasnya.

Sebelumnya, Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lebih dahulu mendatangi Kemenkumham pada Senin (8/3). AHY menyerahkan sebanyak lima boks (kontainer) yang berisi dokumen-dokumen yang membuktikan KLB di Deli Serdang, Sumatera utara, pada 5 Maret lalu tidak sah dan inkonstitusional.

"Saya hadir hari ini dengan niat yang baik untuk menyampaikan surat resmi kepada Menteri Hukum dan Ham dan tentu jajaran Kemenkumham, dan tentunya menyatakan KLB tanggal 5 Maret di Deli Serdang, Sumut, sebagai kegiatan yang ilegal, inkonstitusional," kata AHY.

Terkait keabsahan pengurus Partai Demokrat kedepan, keputusan pemerintah akan jadi penentu. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Jansen Sitindaon versi AHY sebelumnya bahkan sempat menyentil kebijakan Jokowi dalam pengambilan keputusan nanti.

"Pasca KLB semua sekarang di tangan Presiden Jokowi. Jika didukung, SK Kemenkumham pasti keluar," kata Sitindaon.

Namun menurut dia pengesahan pengurus versi KLB seharusnya tidak bisa terjadi. “Karena dari sudut pandang manapun KLB ini illegal. Jangankan 2/3 DPD sebagai syarat minimum, 1 DPD Provinsi saja tidak ada yang hadir. Data Sipol KPU bisa jadi sumber kebenaran untuk ini," katanya menambahkan.

Terkait penyelesaian dualisme kepemimpinan Demokrat, Menkopolhukam Mahfud MD telah berjanji akan berpedoman terhadap aturan yang sah. Kata dia, saat ini, pemerintah tetap berpegang kepengurusan yang sah adalah AHY.

"Kalau terjadi perkembangan baru, nanti misalnya dari KLB misalnya ya orang yang misalnya dari kelompok yang menyatakan KLB di Deli Serdang itu, lalu melapor ini hasilnya. Lalu pemerintah menilai apakah ini sah atau tidak sesuai dengan UU atau tidak, sesuai dengan AD/ART atau tidak, penyelenggara siapa baru kita nilai nanti," kata Mahfud.

"Nanti pemerintah akan memutuskan ini sah ini tidak sah dan seterusnya nanti silakan pemerintah akan berpedoman pada aturan-aturan ini," sambungnya.

 

SIAPA BERPELUANG KANTONGI SK KEMENKUMHAM?

Legalitas kepengurusan Partai Demokrat kini berada di tangan pemerintah. Publik pun mulai menakar peluang masing-masing kubu untuk mengantongi SK Kemenkumham. Analis politik Idil Akbar meyakini bahwa Menkumham akan berhati-hati dalam memproses legalitas yang terkait dengan Partai Demokrat.

"Saya pikir Kemenkumham akan berhati-hati dalam memproses persoalan yang ada di internal Partai Demokrat," kata Idil, Selasa (9/3).

Menurutnya, Kemenkumham akan melihat secara seksama dan secara menyeluruh bagaimana KLB itu terjadi, apakah sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat yang sah. Jika memang tidak sesuai, Idil yakin bahwa Menkumham tidak akan mengambil risiko dengan mengeluarkan SK terhadap hasil KLB.

"Kalau tidak memiliki kesesuaian saya pikir mereka tidak ingin mengambil risiko mengesahkan kepemimpinan Moeldoko dalam Partai Demokrat versi KLB," ujarnya.

Namun demikian, Idil menambahkan, jika memang KLB itu legal dan memenuhi unsur yang diatur dalam AD/ART Demokrat yang sah, tentu tidak ada alasan juga bagi Menkumham untuk tidak memberikan legalitasnya.

"Kalau secara legal memenuhi unsur yang substansial dalam AD/ART tidak ada alasan Kemenkumham untuk tidak memproses atau menyatakan bahwa kepemimpinan Moeldoko di PD versi KLB itu sah menurut hukum," kata Idil.

Sebelumnya, pengamat politik Hendri Satrio menilai Partai Demokrat versi KLB yang kini dipimpin Moeldoko juga memiliki peluang untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) Menkumham. "Tetap ada (peluang) karena kan Moeldoko adalah pejabat pemerintah," kata Hendri.

Hendri mengatakan, kemungkinan SK Kemenkumham tidak akan turun jika Moeldoko tidak direstui Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Namun, jika ia melihat proses keberlangsungan KLB pekan lalu, Moeldoko dinilainya sudah mendapat restu dari Jokowi.

"Kemungkinan sih kalau kita lihat kemarin dukungan atau tidak ada yang bertindak atau lancar-lancar aja, KLB-nya, ya sangat mungkin diterima sih tapi ya kita lihat lah," ujar dia.

 

MANUVER KUBU MOELDOKO

Ketegangan antara dua versi kepemimpinan Partai Demokrat memunculkan terobosan-terobosan yang dibangun. Masing-masing kubu bergerak. AHY bersama pendukungnya getol mempertahankan kepengurusan yang dianggap sah. Di sisi lain, manuver terus dibangun kubu Moeldoko. Salah satunya iming-iming menjadikan Demokrat versi mereka sebagai parpol sekutu pemerintah.

Salah satu panitia KLB Partai Demokrat, Ilal Ferhard, menyatakan bahwa partainya bakal mendukung Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin. Ia pun mengungkapkan bahwa partainya membuka pintu bila Presiden Jokowi meminta kader Partai Demokrat di bawah pimpinan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk menduduki kursi menteri di Kabinet Indonesia Maju. Namun, menurutnya, keputusan untuk mengusung nama yang akan menduduki kursi menteri ada di tangan Moeldoko dan Jokowi.

"Tergantung dari Pak Jokowi. Kan, hak prerogatif, kita tidak pernah meminta, tapi kalau ada kader diminta [jadi menteri] bantu beliau, dengan senang hati kita harus buka pintu itu. Kita harus menerimanya dengan penuh amanah," kata Ilal.

"Saya harap demokrat dukung pemerintah tapi kita tidak minta jatah menteri, tapi yang penting semua itu kita serahkan kepada Ketum dan Presiden," imbuhnya.

Ia menegaskan, langkah menjadi parpol pendukung pemerintah harus dilakukan Demokrat pimpinan Moeldoko. Menurutnya, oposisi hanya boleh dilakukan oleh parpol yang memiliki pendirian tetap dan harus dilakukan secara konsisten di setiap era pemerintahan.

"Ya harus seperti itu [dukung pemerintah], karena partai itu besar, jangan jadi oposisi. Oposisi boleh kalau punya pendirian yang tetap. Artinya, dia selalu selamanya oposisi, mau siapapun presiden dia selalu oposisi," kata Ilal.

Ilal melanjutkan, Demokrat sebagai sebuah parpol besar seharusnya tidak ragu untuk mendukung pemerintah. Menurutnya, Demokrat seharusnya memang mendukung pemerintahan Jokowi agar bisa melanjutkan pekerjaan rumah yang belum diselesaikan oleh Presiden RI sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Karena Demokrat pernah punya presiden yang sebelumnya Pak Jokowi, artinya kalau kita dukung pemerintah paling tidak kita pro pemerintahan melanjutkan pekerjaan rumah Pak SBY yang belum selesai," tuturnya.

Ilal menegaskan, langkah menjadi parpol pendukung pemerintah bukan bertujuan untuk menjadi penjilat. Menurutnya, langkah itu harus ditempuh untuk menunjukkan bahwa Demokrat mendukung program untuk masyarakat.

Untuk diketahui, Demokrat menjadi salah satu parpol di luar pemerintahan sejak kalah di Pemilu 2014 silam. Demokrat hampir menjadi parpol pendukung pemerintah usai penyelenggaraan Pemilu 2019 setelah nama putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) santer dikabarkan bakal menduduki salah satu kursi menteri di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Namun, akhirnya hal tersebut tidak terealisasi dan Demokrat tetap menjadi parpol di luar pemerintahan hingga saat ini.

 

NASIB DEMOKRAT DI PEMILU 2024

Keabsahan pengurus Partai Demokrat akan menentukan nasib partai politik berlambang Bintang Mercy itu di Pemilu 2024 nanti. Pengamat politik, Adi Prayitno, menilai jika Kemenkumham tetap mengakui kepengurusan AHY, Partai Demokrat justru akan mendapatkan insentif suara karena masyarakat bersimpati dengan masalah yang ada.

"Tergantung, kalau nanti yang kemudian disahkan, satu-satunya itu adalah kubu AHY, saya kira trennya itu tetap positif. Bahkan bisa mendapatkan insentif tambahan karena merasa sudah ada kelompok tertentu yang mencoba mendongkel secara paksa kan," nilai Adi.

"Bisa dicek itu, sekarang trennya positif ke AHY. Dulu banyak orang yang apatis dan orang melihat peristiwa ini banyak yang simpati dan bahkan dukungan mengalir dari berbagi kalangan," sambungnya.

Namun, menurut dia, jika Kemenkumham tiba-tiba mengesahkan kepengurusan di bawah kepemimpinan Moeldoko, Demokrat perlu bekerja lebih keras menghadapi pemilu 2024. Dualisme membawa dampak luas soal proses hukum, konsolidasi, hingga soal figur. Belajar dari Pileg 2014, PPP dan Golkar pecah menjadi dua kubu yang membuat mereka runyam dengan urusan internal ketimbang bersaing dengan partai politik lain.

"Kalau kubu KLB yang menang di Menkumham, proses hukum nanti berat bagi Demokrat di 2024 karena tidak ada figur kuncinya. Pak Moeldoko dulu kalau enggak salah pernah di Hanura malah enggak lolos ke Senayan, artinya figur Pak Moeldoko tak jauh lebih baik dari AHY. Bahkan dari sisi elektabilitas masih kalah jauh dari AHY," sebut dia.

Menurut Adi, saat ini AHY masih bekerja keras mendongkrak suara Demokrat, apalagi jika dipimpin Moeldoko yang dinilai tak terlalu dikenal masyarakat. "AHY saja yang elektabilitasnya tinggi membawa Demokrat masih harus berusaha keras apalagi ketumnya enggak ada yang kenal," tutup dia.(cnn/kmp/snd)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting