Deprov ‘Kuliti’ Pemotongan Gaji THL di Dikda Sulut


Manado, MS

Polemik pemotongan gaji guru Tenaga Harian Lepas (THL) di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kota Bitung, ‘dibedah’ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Dasar hukum mengenai hal tersebut dipertanyakan. Termasuk kriteria penilaian kinerja mereka di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Masalah ini ‘dikuliti’ Anggota Komisi IV DPRD Sulut, Melky Pangemanan saat hearing dengan Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Provinsi Sulut, Senin (13/7), di ruang rapat komisi. Ia menjelaskan, kebetulan aspirasi itu disampaikan kepadanya berkenaan dengan pemotongan honor THL. Ada beberapa yang menyampaikan masalah serupa dengan bermacam-macam nominal terkait pemotongan tersebut. Ada yang Rp400 ribu hingga Rp900 ribu. "Makanya kita inisiatif rapat dengar pendapat (RDP) terkait pemotongan tersebut," tegas Melky.

Ia berharap dari Dikda Sulut menjelaskan kepada mereka mengenai peraturan gubernur yang mengatur mengenai gaji para THL. Apabila kemudian terdapat asumsi bahwa para THL itu tidak masuk berapa hari kemudian dilakukan pemotongan maka harus disampaikan nominalnya berapa sesuai ketentuan. "Kemudian pemotongan yang sudah berlaku ini dan secara otomatis dipotong apakah sudah tersosialisasi dengan baik atau kelalaian informasi dari THL ini," ungkap Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Solidaritas Indonesia ini.

Selanjutnya ia meminta penjelasan mengenai pembelajaran online yang dilakukan di masa pandemi. Cara untuk melihat kinerja para THL ketika menjalankan tugas dengan sistem belajar online, harapannya bisa dipaparkan. "Pembelajaran itu tidak dilakukan dengan bertemu secara fisik melainkan online. Perhitungannya bagaimana kinerja mengajarnya karena tidak hadir secara fisik," ujar anggota dewan provinsi (Deprov) daerah pemilihan Minahasa Utara dan Kota Bitung ini.

Dari pihak Dikda Sulut menjelaskan, pada prinsipnya sesuai peraturan gubernur (pergub), THL guru harus mencapai 24 jam tatap muka per minggu. Kalau satu bulan berarti 96 jam. Kalau dicapai maka otomatis Rp3,3 juta berhak didapat. Apabila dalam satu bulan ditemukan dalam laporan ada jam tertentu yang tidak didapat karena alpa, sakit atau izin atau yang dapat menyebabkan yang bersangkutan tidak mengajar maka akan dilakukan pemotongan gaji. "Satu jam tidak mengajar kami kurangi Rp34.775. Itu sudah tertuang dalam pergub. Kegiatan mengajarnya tersebut harus juga tertuang dalam laporan jurnal. Sehingga mereka di cabang dinas bisa memverifikasi. Sementara teman-teman THL di sana (Bitung, red) tidak menuangkan semua kegiatan dalam jurnal itu sehingga dianggap sembilan jam perminggu tidak tercapai," ungkap salah satu dari Dikda Sulut yang hadir.

Selanjutnya mengenai penilaian mereka di tengah pandemi dijelaskan, kebijakan merdeka belajar yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) membuat semua SMA/SMK punya kreativitas sendiri. "Biasanya jam mengajar kita 1 jam 45 menit, kalau dia zoom sudah terlalu lama. Kita sampaikan setengahnya saja. Jadi Ketika ada THL menjalankan tugas tanggung jawab tidak dituntut harus 1 jam 45 menit. Karena yang kami baru bahas yang 90 menit jadi 35 menit dan satu jam jadi 18 menit. Saya cek ada kelalaian THL dia mencantumkan di laporannya, teman-temannya dia tidak berikan libur tapi di catatan dia berikan libur. Akhirnya dibaca cabang dinas jamnya tidak cukup. Ini juga jadi pembelajaran bagi kami tentang kegiatan mengajar di masa covid ini," jelas dari Dikda Sulut dalam hearing yang dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Sulut, Braien Waworuntu. (arfin tompodung)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting