Tunjangan Guru Maroreh Mandek, Dikda Disorot


Manado, MS

Kekesalan guru di Kepulauan Maroreh, memuncak. Masalah tunjangan yang tak pernah diterima jadi pemantik. Wakil rakyat pun jadi tumpuan aspirasi.

Guru di Kecamatan Tabukan Utara, Kabupaten Sangihe ini, mengadukan nasib mereka ke Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut). Salah satu guru, Ben Sumolang mengatakan, sejak beralih kewenangan dari kabupaten kota dan ke provinsi, tunjangan mereka tidak pernah didapat. Seperti Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) atau tunjangan profesi. "Sejak kita beralih dari kabupaten ke provinsi, belum terbayarkan mulai 2017 sampai 2018. Makanya kami berharap ini bisa diberikan, supaya tidak jadi polemik," ungkapnya saat bertemu dengan Anggota Komisi IV DPRD Sulut Meiva Lintang, Sekretaris Komisi IV dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulut, Femmy Suluh, di ruang kerja komisi, Selasa (11/12).

Apalagi mereka sekarang ini mengajar di daerah kepulauan yang sangat sulit dari segi medan. "Maroreh tidak pernah bergeser. Letak geografisnya tetap pulau. Sampai saat ini belum pernah terjadi provinsi datang ke sekolah kami. Yang lebih banyak, kami datang ke dinas untuk mengurus supaya hak-hak kami bisa terpenuhi," ujarnya.

Pemerintah juga diminta bisa mencari solusi terkait keadaan mereka yang harus memenuhi 28 jam mengajar, sementara kondisi tidak memungkinkan. Hal itu karena mereka berada di pulau. "Karena dari Maroreh ke Tahuna itu jaraknya jauh," ungkapnya.

Anggot DPRD Sulut, Meiva Lintang menyampaikan, para guru tersebut menempuh medan yang sulit, namun tidak diperhatikan. Semua tunjangan sudah tidak diterima. "Mereka ini terluar di Sulut. Sebenarnya Maroreh dan Miangas wajib hukumnya menerima tunjangan. Kemudian terkait 28 jam mengajar. Bila guru di Maroreh tidak bisa memenuhi ini, maka harus ada perlakukan khusus guru daerah kepulauan dan yang tidak," tuturnya. 

"SD dan SMP dapat tunjangan TKD dan profesi serta tunjangan daerah terpencil. Ketika SMA dilepas kewenangan provinsi, semuanya lewat untuk tunjangan ini," paparnya.

Disampaikannya, masalah ini adalah kelalaian Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Provinsi Sulut dalam mengurus nasib guru di Maroreh. Ada keterlamabatan sehingga anggarannya baru akan diusulkan. "Baru mau diusulkan tapi kita baru akan dikonsultasikan. Saya sangat sedih terjadi begini. Padahal dulu tidak ada orang yang mau mengajar di sana. Sekarang sudah ada tapi terabaikan. Saya sedih kalian datang di sini jauh-jauh dan nanti pulang tanggal 20 September," ujarnya.

Sementara, dari pihak Dikda Provinsi Sulut yang datang mewakili kepala dinas menyampaikan, saat ini yang baru masuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tunjangan profesi triwulan 3 dan 4 sementara berproses. "Termasuk tunjangan khusus daerah terpencil. Sudah diajukan ke Gubernur, kita sudah ajukan 315 tenaga guru di kepulauan untuk mendapat tunjangan. Mengenai jam tidak mungkin memang dari Maroreh mau ke Tahuna. Jadi akan disampaikan di pusat masalah jam," ucap salah satu perwakilan dari Dikda Sulut.

Kepala BKD Femmy Suluh menyampaiakan, memang Pemprov, ketika ada pengalihan, menanggung anggaran yang cukup besar. Khsusunya untuk guru non Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Waktu itu terjadi beban anggaran yang besar. Tapi kebijakan gubernur harus dibayar karena mereka sudah mengajar. Tentu kita akan cari solusi sesuai kemampuan pemerintah. Akan dibahas di tingkat mengambil kebijakan apalagi ini masalah politik anggaran," ujarnya.

Sekretaris Komisi IV DPRD Sulut, Fanny Legoh menyampaikan, masalah ini akan dibawa ke jajaran eksekutif yang ada di bawah. "Namun saya tidak akan bicarakan teknisnya lagi tapi kemanusiaan. Ini persoalan hak. Pendidikan kita maju karena guru. Dari bapak-bapak inilah cita-cita bangsa kita akan maju. Tolong perangkat-perangkat yang mengurus nasib mereka ini supaya berubah," tuturnya. (arfin tompodung)


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting