DBD Teror Minahasa

Koleksi 54 Kasus Hingga Juli,Warga Desak Pemerintah Bertindak


Laporan: Jackson KEWAS

TANAH Malesung kembali gempar. Teror Demam Berdarah Dengue (DBD), picu kekhawatiran warga. Kondisi cuaca yang labil dinilai jadi pemicu. Pasien yang terserang penyakit bawaan nyamuk Aedes Aegepty terus bertambah.

Terbaru, seorang anak dari Desa Kiniar, Tondano Timur. Anak ini dilaporkan sedang mendapat perawatan intensif di rumah sakit setelah divonis dokter positif terserang DBD. Atas kejadian tersebut, Rilly Paruntu selaku orang tua pasien, melalui akun media sosialnya meminta instansi teknis terkait untuk segera bertindak mengatasi penyebaran DBD, khususnya di wilayah Minahasa.

"Kepada dinas terkait agar boleh mengambil tindakan lanjut untuk bahaya DBD. Napa kita pe anak jadi korban nyamuk, di Desa Kiniar Tondano Timur. Mohon ditindaklanjuti," tulisnya di sebuah grup media sosial Facebook.

Kasus DBD di Minahasa memang bukan yang pertama kali terjadi di tahun ini. Sebagai salah satu daerah endemik, potensi penyakit yang disebarkan oleh nyamuk itu terus meninggi. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Minahasa, sejak awal tahun sampai Juli 2018 telah terjadi 54 kasus DBD. Empat diantaranya dilaporkan meninggal dunia.

Kepala Dinkes Minahasa, dr Yuliana Kaunang MKes menyebut, upaya penanganan terus dilakukan pemerintah. Ketika ada informasi kasus DBD pihaknya melalui petugas Puskesmas langsung melakukan upaya pencegahan penyebaran.

"Setelah kita terima laporan ada kasus positif DBD maka langkah awal yang kita tempuh adalah antisipasi penyebaran dengan cara pengasapan atau foging. Sejauh ini sudah puluhan desa yang tersebar di 11 kecamatan sudah di fogging. Upaya itu dilakukan untuk membunuh nyamuk yang membawa dan menularkan penyakit DBD," papar Kaunang, Senin (6/8).

Hanya saja, upaya pengasapan, menurut dia, tidak untuk membunuh jentik-jentik nyamuk yang dapat berkembangbiak. Untuk itu, upaya preventif juga harus dilakukan warga dengan menerapkan pola hidup bersih dan 3M yaitu menguras, mengubur dan menutup media penampungan air.

"Nyamuk Aedes Aegepty selaku mediator virus DBD berkembangbiak dilingkungan sekitar rumah, khususnya ditempat-tempat yang tergenang air. Makanya perlu ada upaya pencegahan melalui pola 3 M untuk menghentikan pengembangbiakan jentik nyamuk," urainya.

Kaunang menyebutkan, Dinkes hanya bisa melakukan penindakan, seperti Fogging, namun untuk pencegahan itu datangnya dari masyarakat, yang secara bersama-sama rajin membersihkan lingkungan dan menyingkirkan barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembang biak jentik nyamuk.

“Kami sudah melakukan fogging di semua wilayah yang melaporkan adanya kasus. Namun, fogging hanya membunuh nyamuk yang sudah beterbangan, sedangkan untuk membasmi jentik nyamuknya, itu harus peran dari seluruh masyarakat, bukan hanya satu atau orang saja, yang proaktif membersihkan lingkungan, menimbun barang bekas yang dapat menyebabkan nyamuk berkembang biak nyamuk, serta menaburkan bubuk Abate kedalam genangan air yang menjadi tempat berkembang biak jentik nyamuk,” himbaunya.

Penanggulangan penyakit DBD butuh kerjasama dari masyarakat dan pihak-pihak yang peduli pada persoalan kesehatan. Adapun tanda-tanda penyakit DBD, adalah panas tubuh yang berkepanjangan lebih dari tiga hari, timbulnya bintik-bintik merah di tubuh dan tanda-tanda lainnya.

“Warga harus secepat mungkin membawa ke dokter jika tanda-tanda tersebut di alami dan di rasakan, agar secepat mungkin di berikan pertolongan medis,” tukas Kaunang.

Kondisi cuaca yang tak menentu juga diakuinya jadi pemicu utama meningkatnya kasus DBD. "Musim yang tak menentu yaitu kadang panas kadang hujan membuat penyebaran DBD cepat meluas. Masyarakat harus berhati-hati terhadap DBD ini karena sangat berbahaya," pintanya.(**)


Komentar

Populer Hari ini


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting