DPR dan Pemerintah Sepakat Tunda Pilkada Serentak


Opsi penundaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akhirnya menemui titik terang. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah mencapai kata sepakat. Ancaman keamanan masyarakat di tengah wabah coronavirus disease 2019 (covid-19) jadi alasan ditundanya pesta demokrasi di 270 daerah se-Indonesia. Kesepakatan itu tercetus dalam rapat di Komisi II DPR yang menghadirkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Plt Ketua DKPP Muhammad.

Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menjabarkan penjelasan soal keputusan penundaan tersebut.  "Pilkada ini pasti akan melibatkan banyak orang dan kalau melibatkan banyak orang itu sangat mengambil resiko untuk terjadi penyebaran virus ini. Maka kami semua sepakat tadi Pilkada serentak 2020 ini tahapannya ditunda," ujar Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/3) kemarin.

Kendati ditunda pelaksanaannya, lima tahapan Pilkada yang sudah dijalankan tetap sah dan akan diteruskan prosesnya. Namun, belum ada kesepakatan sampai kapan penundaan Pilkada dilakukan.

Doli mengatakan, ada bermacam opsi. Pertama, pilkada tetap digelar tahun ini paling lambat Desember 2019 dengan asumsi masa tanggap darurat pandemi selesai pada bulan Mei atau Juni. Kedua, jika melewati tanggal yang diasumsikan bisa digelar pada Maret atau Juni 2021.

“Opsi terakhir adalah pemungutan suara Pilkada 2020 ditunda satu tahun hingga September 2021,” bebernya.

Dalam kesepakatan tersebut, Doli mengatakan semua pihak setuju harus ada payung hukumnya. Peraturan pengganti undang-undang (Perppu) merupakan jalan keluar. Pemerintah diminta segera menyiapkan Perppu untuk Pilkada 2020.

"Kami minta kepada pemerintah segera disusun draf Perppu agar kita bisa putuskan segera," kata politikus Golkar itu.

Sebeelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan rumusan penundaan Pilkada serentak 2020. Awalnya, hanya penundaan proses hingga tiga bulan atau hingga penetapan status bencana nasional sampai Mei 2020. Namun, kata Arief, harus menghadapi tahapan pendaftaran bakal calon. Sehingga, dihitung proses pemilihan ditunda hingga Desember 2020. Tetapi, penundaan penghitungan suara pada Desember juga dinilai berat.

“Tetapi melihat situasi dan perkembangan yang terjadi sampai dengan saat ini, rasa-rasanya memundurkan sampai dengan Desember itu terlalu berat. Terlalu riskan, dan kita akan mengeluarkan energi terlalu besar. Karena kalau tidak terkejar, mundur tiga bulan, maka kita harus merevisi lagi, lalu memundurkan lagi,” kata Arief saat teleconference, Minggu (30/3).

Karena itu, KPU menyiapkan skenario Pilkada 2020 ditunda sampai tahun depan. Arief mengatakan, awalnya merancang ditunda sampai Juni 2021 namun karena dianggap tidak cukup waktu luang untuk penundaan maka muncul opsi pemungutan suara dilakukan pada September 2021.

“Maka opsi yang paling panjang adalah ditunda selama satu tahun. Jadi akan dilakukan September 2021,” kata Arief.

Penundaan Pilkada hingga September 2021 akan mengubah banyak hal. Arief mengatakan, data pemilih yang tengah dikerjakan KPU tidak akan berlaku.

Begitu juga daerah yang menyelenggarakan Pilkada bisa bertambah. Arief mengatakan, di undang-undang telah ditentukan siapa saja yang berhak mengikuti Pilkada 2020. Dengan dimundurkan hingga satu tahun, muncul pertanyaan apakah kepala daerah yang masa jabatannya habis mendekati September 2021 bisa diikutkan.

“Apakah peserta yang sama juga akan diikutkan di Pilkada September 2021? Ataukah kemudian kepala daerah yang masa jabatan berakhirnya itu diperpanjang sampai dengan Sepetember 2021, maka daerah itu juga akan bisa diikutkan,” kata Arief.

Arief menyebut, jika ditunda hingga tahun depan maka akan banyak daerah yang dipimpin oleh pejabat sementara dalam waktu yang lama. Sehingga, menurut Arief perlu dipikirkan konsekuensi demikian termasuk jika nanti diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Arief mengatakan, dengan kondisi pandemi corona maka cukup syarat untuk dikeluarkan Perppu.

“Dalam beberapa analisis, beberapa ahli hukum mengatakan, sudah cukup syarat untuk dikeluarkannya Perppu,” kata dia.

Menurutnya, semua pihak terkait harus bersama mengkaji dampak penundaan itu. Perlu juga dilihat apa saja pasal yang harus direvisi atau diubah. “Kita bersama harus mengkaji dampak-dampak yang kita sebutkan tadi termasuk melihat apakah hanya pasal tentang hari pemungutan suara saja yang harus direvisi? atau juga ada pasal-pasal lain yang tekena dampak ini dia juga harus dilakukan revisi,” pungkas Arief.(mdk)


Komentar

Populer Hari ini


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting