NASDEM CS TOLAK PERPPU KPK, PALOH: SALAH-SALAH PRESIDEN BISA DI-IMPEACHMENT


Jakarta, MS

 

Tuntutan mahasiswa serta pegiat anti korupsi agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti Undang Undang (Perppu) atas UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dimentahkan partai politik (parpol) koalisi pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin di pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Lima parpol pengusung, masing-masing NasDem, PDIP, Golkar, PKB dan PPP, disebut menolak dikeluarkannya Perppu KPK. Penerbitan Perppu KPK dinilai berpotensi Jokowi akan di-impeach atau dimakzulkan. Alasannya, UU KPK telah digugat dan sementara berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Presiden Jokowi pun diklaim setuju untuk tidak mengambil langkah tersebut. Itu disebut merupakan buah kesepakatan dari hasil pertemuan 5 pimpinan parpol pengusung pemerintah dengan Presiden Jokowi, Senin (30/9) malam.

Hal itu diungkap Ketum Partai NasDem Surya Paloh, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10) kemarin. Ia mengaku telah bertemu dengan Presiden Jokowi bersama pimpinan 4 partai koalisi pendukung pemerintah. Dalam pertemuan itu ada banyak hal yang dibahas. Salah satunya soal Perppu KPK.

Berbeda dengan pandangan sejumlah pakar hukum, Paloh menilai, jika Jokowi mengeluarkan Perppu KPK, bisa-bisa ada pemakzulan. "Ada kesepakatan dari partai-partai pengusung pemerintahan, bahwasanya katakanlah pikiran-pikiran yang cukup kritis, anak-anak mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, ya kan. Dan meminta agar dilahirkannya perppu, nah itu dibahas," ungkapnya.

Terkait Perppu UU KPK, menurutnya ada permasalahan yang mengganjal. Itu lantaran proses judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi tengah berlangsung. Karenanya, ia bersama Ketum lainnya khawatir penerbitan perppu akan menimbulkan masalah baru terhadap Jokowi. Bahkan, menurut dia, penerbitan Perppu KPK rentan dipolitisasi.

"Saya kira masalahnya sudah di MK kenapa kita harus keluarkan perppu. Ini kan sudah masuk ke ranah hukum, ranah yudisial namanya. Salah lho. Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana, presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisir," tutur Paloh.

"Salah-salah presiden bisa di-impeach karena itu. Salah-salah lho. Ini harus ditanya ahli hukum tata negara. Coba deh, ini pasti ada pemikiran-pemikiran baru. Kalau itu tuntutan pada anak-anak itu melihat itu," sambung dia.

Karena itu, menurut Paloh, penerbitan Perppu UU KPK bukan suatu hal yang bisa dengan mudah dilakukan. Dia juga mengatakan hingga saat ini Jokowi belum terpikirkan mengeluarkan perppu. "Untuk sementara nggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan perppu," kata Paloh.

"Karena sudah masuk pada persengketaan di Mahkamah Konstitusi (MK), ya salah juga kalau mengeluarkan perppu. Jadi kita tunggu dulu bagaimana proses di MK melanjutkan gugatan itu. Jadi yang jelas presiden bersama seluruh partai-partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama," imbuhnya.

PAKAR HUKUM TEPIS PALOH

Pandangan Surya Paloh terhadap Perppu KPK, berbanding terbalik dengan para pakar hukum. Dalam penerbitan Perppu KPK, pakar menilai Jokowi tak perlu takut soal isu pemakzulan.

Jokowi dinilai tidak usah ragu menerbitkan Perppu UU KPK. Sebab, Penerbitan Perppu disebut merupakan kewenangan istimewa Presiden yang tercantum dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.

Tak ada konsekuensi pidana jika Jokowi menerbitkan Perppu KPK karena itu dinilai merupakan kewenangan Presiden. "Tidak ada konsekuensi pidana. Itu nakut-nakuti saja. Impeachment dari mana? Kalau Perppu nggak bener ya ditolak DPR," kata ahli hukum tata negara, Mahfud Md.

Jika mengacu pada salah satu poin putusan MK nomor 138/PUU-VII/2009, Perppu bisa diterbitkan dalam keadaan mendesak. Dia menjelaskan presiden punya hak menilai apakah keadaan sudah masuk kategori genting atau belum.

“Jika Jokowi menerbitkan Perppu, tak akan ada yang bisa mempidanakan gara-gara keputusan itu. Penerbitan Perppu adalah hukum administrasi dan tak ada konsekuensi pidananya< terangnya lagi.

Meski begitu, Mahfud mengaku tak mengetahui apakah Jokowi akan menerbitkan Perppu KPK atau tidak. Dia belum mendapat kabar terbaru dari Jokowi.

“Kita tidak boleh juga mendesak-desak Presiden untuk mengeluarkan atau tidak mengeluarkan (Perppu). Kan ada orang yang nakut-nakuti, kalau mengeluarkan Perppu nanti di-impeachment. Ini administrasi. Yang bisa meng-impeach presiden itu hanya hukum pidana," sambung Mahfud.

Senada diungkap pakar hukum tata negara Hifdzil Alim. Ia menilai pertimbangan Jokowi menerbitkan Perppu UU KPK sebagai momentum keseriusan komitmen pemberantasan korupsi. Jokowi diminta kembali menjadi Presiden pilihan rakyat.

"Jokowi harus kembali ke khittahnya sebagai presiden pilihan rakyat, bukan semata pilihan partai," kata Hifdzil, kepada wartawan.

Dia menyebut Perppu merupakan kewenangan presiden yang juga perlu dipikirkan dalam dua aspek. Menurut dia, ada syarat yang harus dipenuhi untuk penerbitan Perppu.

"Saya pikir pernyataan Jokowi yang sedang menimbang untuk menerbitkan Perppu KPK itu dapat dibaca dalam dua hal. Pertama, dari sisi hukum. Apakah syarat Perppu terpenuhi dengan situasi saat ini. Syarat kegentingan yang memaksa itu harus dipertimbangkan. Kedua, dari sisi politik. Apakah langkah presiden dengan Perppu itu akan mengganggu koalisi besarnya atau tidak," jelasnya.

Jokowi, kata Hifdzil bisa menerbitkan Perppu KPK dalam keadaan mendesak, seperti yang tercantum dalam putusan MK nomor 138/PUU-VII/2009. Apalagi, saat ini banyak penolakan dari masyarakat terkait UU KPK baru yang dianggap melemahkan kinerja lembaga antirasuah RI.

"Sehingga dapat dinilai sebagai masalah hukum yang menyebabkan keadaan mendesak untuk dibuatkan hukumnya melalui Perppu," jelasnya. "Tapi presiden akan dihadapkan pada situasi politik yang rumit dengan koalisi besarnya di DPR. Jadi, saat ini yang dibutuhkan selain soal kalkulasi politik, juga hati nurani. Presiden perlu dengan seksama memikirkan rencana menerbitkan Perppu ini," tandasnya.

Sementara ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menilai Jokowi memiliki hitungan soal nasib Perppu itu di DPR bila nantinya dikeluarkan. Sebab, ada kemungkinan pula bila DPR menolak Perppu KPK tersebut.

"Walaupun kita tahu Perppu itu sepenuhnya wewenang presiden, tapi nanti begitu DPR sidang lagi harus dibahas lagi oleh DPR apakah Perppu itu akan jadi undang-undang atau tidak jadi undang-undang," kata Bivitri, Selasa  kemarin.

Bivitri juga membaca pergerakan Jokowi dari media massa ketika menemui pimpinan partai politik akhir-akhir ini. Menurut Bivitri, persoalan Perppu KPK pasti turut dibahas dalam pertemuan itu karena Jokowi dinilai tak ingin Perppu itu ditolak DPR bilamana kelak dikeluarkan.

"Tentu saja dalam konteks politik akan tidak baik apabila nanti Perppunya ditolak mentah-mentah oleh DPR, bagi Presiden saya kira ada perhitungan itu. Jadi Pak Jokowi pasti akan menghitung itu," ucapnya.

Bivitri mengatakan apabila Perppu KPK diterbitkan akan memberi kejelasan masyarakat soal komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Dia mendorong Jokowi untuk segera mengambil sikap terkait Perppu KPK. Sebab, UU KPK yang baru dinilai Bivitri akan melemahkan kerja pemberantasan korupsi.

"Adanya Perppu--kalau nanti misalnya ditolak DPR--akan ada kejelasan juga bagi masyarakat siapa sebenarnya yang nanti mendukung KPK mendukung pemberantasan korupsi, siapa yang tidak," imbuhnya.

Sedangkan pakar hukum tata negara Refly Harun mendorong Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu KPK. Dia meminta Jokowi tak banyak memikirkan banyak aspek untuk menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK baru yang sudah disahkan di DPR.

 

"Perppu-nya kan cuma satu pasal mencabut undang-undang (KPK yang baru) itu," kata Refly, Selasa  kemarin.

Meski penerbitan Perppu untuk membatalkan UU KPK baru, Refly menegaskan hal tersebut konstitusional serta legal. Dan situasi saat ini, lanjut Refly, sudah tak kondusif lagi.

"Keluarnya Perppu itu tergantung subjektivitas Presiden. Jadi objektivitasnya gini, ada keadaan genting dan sesuatu yang harus di atur , tapi undang-undang yang ada tidak cukup mengatur atau tidak ada. Bagaimana menafsirkan kondisi genting itu? Ya Mahkamah Konstitusi mengatakan itu subjektivitas Presiden, nanti objektifikasinya di DPR," tandasnya.

ISTANA SIKAPI DINGIN, KPK FOKUS KERJA

Pro kontra terhadap penerbitan Perppu KPK, enggan ditanggapi lebih oleh Istana. Alasannya, hal itu disebut merupakan kewenangan Presiden.

Oleh karenanya, progres dari pertimbangan Presiden Jokowi terhadap usulan penerbitan Perppu KPK, disebut hanya diketahui oleh presiden. "Presiden yang tahu," ujar Sekertaris Kabinet (Seskab) Pramono di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10) kemarin.

Pramono pun enggan menanggapi simpang siur mengenai Perppu KPK. Dia kembali menegaskan, hanya Jokowi yang mengetahui.

 

 

"Yang jelas urusan ini hanya bapak presiden yang tahu dan tidak perlu dimultitafsirkan," ujar Pramono.

Desakan untuk menerbitkan Perppu KPK sebelumnya sudah disuarakan kepada Jokowi. Baik dari mahasiswa, pegiat antikorupsi dan berbagai elemen masyarakat lainnya.

Dan pada pada Kamis (26/9) baru-baru ini, Jokowi menyatakan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK setelah mendengar berbagai masukan. Itu setelah Jokowi bertemu dengan para tokoh nasional di istana. 

"Banyak sekali masukan-masukan juga diberikan kepada kita, utamanya penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kita kalkulasi," kata Jokowi dalam jumpa pers, kala itu.

Sementara KPK sendiri enggan menyikapi soal perdebatan terkait Perppu KPK. Korps anti rasuah itu mengaku tetap fokus pada pemberantasan korupsi dan menyerahkan perdebatan masalah Perppu  KPK ke presiden.

. "Jadi fokus kami adalah pelaksanaan tugas. Perdebatan penerbitan perppu kami serahkan ke presiden, saya kira itu kuncinya di presiden," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu kemarin.

Febri menilai penerbitan perppu itu sepenuhnya menjadi hak presiden. Dia menegaskan KPK hanya menunggu keputusan akhir dari perdebatan tersebut. "Terkait dengan perdebatan yang berkembang saat ini, apakah yang diterbitkan perppu jika memang presiden ingin menyelamatkan pemberantasan korupsi dan memutuskan ingin menerbitkan perppu atau tidak atau sarana-sarana yang lain, KPK tidak dalam posisi untuk menanggapi itu sekarang. Presiden akan mempertimbangkan untuk menerbitkan, silakan saja," tandasnya.(dtc)

 


Komentar


Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting