RUSUH PAPUA, UJIAN JOKOWI


Jakarta, MS

Bumi Cenderawasih masih mencekam. Gelombang unjuk rasa berbuntut rusuh kembali terjadi. Kali ini, bara memerah di epicentrum Provinsi Papua yakni Kota Jayapura. Selain merusak perkantoran, pertokoan hingga kendaraan dinas TNI-Polri, massa dikabarkan membakar gedung Majelis Rakyat Papua (MRP).

Aksi anarkis ini bukan hal baru. Sejumlah wilayah di Provinsi Papua Barat dan Papua juga dilanda aktivitas serupa, akhir-akhir ini. Unjuk rasa sempat meluas ke beberapa wilayah di Nusantara, termasuk di Ibu Kota Jakarta. Terakhir di Kabupaten Deiyai, Rabu (28/8). Menariknya, agenda dengan melibatkan kumpulan massa itu ditengarai mulai ‘melebar’. Topik rasisme yang diusung sebelumnya berbelok ke isu referendum atau Papua merdeka hingga pengibaran bendera bintang kejora.

Pada unjuk rasa di Jayapura, Kamis (29/8) kemarin, sekira 5 ribu pendemo turun ke jalan. Mereka juga menuntut proses hukum terhadap pelaku rasisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Data dari Mebes Polri, kerusakan buntut demo meliputi pembobolan dan perusakan Lapas Abepura, pembakaran Polsek Jayapura Selatan, perusakan dan pembakaran pertokoan PTC di Jayapura Selatan, perusakan beberapa kendaraan mobil dinas TNI-Polri, pembakaran Sawmill di Jalan Hamadi, perusakan mobil-mobil di sepanjang jalan yang dilewati masa, pembakaran belakang kantor MRP, perusakan dan pembakaran di area Mandala, penyerangan ke Polsek KP3 Laut dan pembakaran container hingga pembakaran Gramedia dan Grapari Jayapura.

"Diketahui hasil sementara informasi di lapangan bahwa massa sudah melakukan aksi pembakaran dan perusakan terhadap fasilitas fasilitas di Kota Jayapura," terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, Kamis kemarin.

Hal itu dibenarkan Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan  Keamanan (Polhukam) Wiranto. Dia mengaku sudah menerima laporan mengenai kondisi terkini di Jayapura. Mantan Panglima ABRI ini menyesalkan tindakan anarkistis yang merugikan. "Hari ini saya juga mendapat laporan demo yang berjalan di Abepura ke Jayapura sudah membakar gedung MRP, ya menjebol rumah tahanan," aku Wiranto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).

Terkini, sebagian masyarakat memilih bermalam di Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) X di kawasan Hamadi, Jayapura. Mereka menginap di Lantamal pascademo berujung rusuh tersebut.

Dikutip dari laporan Antara, masyarakat yang memilih bermalam di Lantamal X tersebut berasal dari kawasan sekitar Entrop, Hamadi. Masyarakat yang mengungsi terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak, sedangkan pria dewasa tetap tinggal untuk menjaga rumah. Unjuk rasa di Jayapura dimulai pada Kamis (29/8) pagi. Itu berubah menjadi kerusuhan saat massa mulai bertindak anarkis.

Sekitar pukul 18.00 WIT, massa mulai membubarkan diri setelah dipukul mundur aparat gabungan TNI-Polri menggunakan gas air mata. Sementara itu, kondisi Kota Jayapura sekitar pukul 18.30 WIT berangsur pulih. Unjuk rasa tersebut menimbulkan kerusakan material di berbagai tempat dari Sentani, Abepura, Kotaraja, hingga Jayapura.

POLISI-TNI PERSUASIF, JOKOWI MINTA WARGA PAPUA TENANG

Aksi anarkis ribuan warga saat demonstrasi di Jayapura, Kamis (29/8) kemarin, tidak membuat aparat terpancing. Upaya persuasif tetap diterapkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan kepolisian.

Hal itu merujuk penyampaian Menko Polhukam Wiranto. Dia mengingatkan aparat keamanan bertindak persuasif dalam menghadapi massa pendemo. Senjata dengan peluru tajam, ditegaskan Wiranto, tidak boleh digunakan.  "Bahwa aparat keamanan sudah diinstruksikan jangan sampai melakukan tindakan represif. Harus persuasif terukur, bahkan senjata peluru tajam tidak boleh digunakan. Tapi jangan sampai kemudian justru dimanfaatkan oleh pendemo atau pendompleng pendemo untuk mencelakakan aparat keamanan," sambung Wiranto.

Terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap, warga Jayapura tetap tenang dan tidak merusak fasilitas umum yang ada di sana. "Jadi saya terus mengikuti dan juga saya sudah mendapatkan laporan situasi terkini di Papua, pada khususnya di Jayapura, dan saya minta masyarakat juga tenang," ucap Jokowi di Purworejo, Kamis (29/8).

Jokowi meminta masyarakat di Papua tidak merusak fasilitas yang ada di sana. Fasilitas-fasilitas itu disebut Jokowi dibangun bersama.

"Tidak melakukan tindakan-tindakan yang anarkis karena kita semuanya akan rugi apabila ada fasilitas-fasilitas umum, fasilitas-fasilitas publik, fasilitas-fasilitas masyarakat yang kita bangun bersama menjadi rusak atau dirusak," lugas Jokowi.

Teranyar, polisi telah menambah kekuatan pasukan di Kota Jayapura menyusul kerusuhan yang terjadi kemarin. Personel Brimob dari Kalimantan Timur (Kaltim) dikirim ke Jayapura. Ada 600 personel Brimob yang akan diterbangkan dari Bandara Sepinggan ke Jayapura pada Kamis (29/8) malam. Satu batalion pasukan elite polisi itu akan dipimpin Komandan Batalion AKBP Febryanto Siagian. "Akan ditempatkan sesuai kebutuhan di bawah komando operasi Polda Papua," ucap Pelaksana Harian Tugas Komandan Satuan (Dansat) Brimob Polda Kaltim AKBP Gunawan Tri Laksono.

REDAM GEJOLAK, JOKOWI AKAN TEMUI KEPALA SUKU DAN TOKOH PAPUA

Ketegangan di Papua, belum usai. Unjuk rasa berbuntut rusuh masih terjadi. Presiden Jokowi berencana untuk bertemu dengan kepala suku dan tokoh Papua guna membicarakan hal tersebut.

"Kita sudah berusaha tetapi waktunya saja yang sebenarnya minggu ini kita akan bertemu kita rencanakan tetapi masih belum memungkinkan," kata Jokowi, Kamis (29/8).

Karena itu, pertemuan bakal dijadwal ulang. Jokowi memastikan akan segera menemui para tokoh dan kepala suku di Papua. "Sehingga akan kita lakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya untuk bisa bertemu dengan baik tokoh muda, baik tokoh adat, baik tokoh masyarakat dan tokoh agama," ujarnya.

Di sisi lain, mantan Walikota Solo itu mengatakan, lima tahun ke depan tetap berkomitmen memajukan Papua. Pemerintahannya bersama Wapresnya Ma’ruf Amin nanti tetap melanjutkan pembangunan fisik dan peningkatan sumber daya manusia (SDM). "Saya pemerintah akan terus berkomitmen untuk terus memajukan Papua baik di bidang fisik maupun SDM agar kita semuanya, utamanya khususnya Mama-mama, Pace-Mace, anak-anak Papua semuanya bisa lebih maju dan lebih sejahtera," kata Jokowi.

Dia mengajak seluruh pihak untuk menjaga tanah Papua menjadi wilayah yang penuh kedamaian. Dia juga mengimbau kepala tokoh adat hingga toko agama untuk mewujudkan Papua yang maju. "Mari kita semuanya menjaga agar tanah Papua tetap menjadi sebuah wilayah yang damai, tanah yang damai. Dan saya mengajak pada semua tetua dan tokoh-tokoh adat, tetua dan tokoh-tokoh agama, kaum muda Papua untuk mewujudkan Papua yang maju dan tetap damai," terangnya.

TAK ADA RUANG UNTUK BENDERA BINTANG KEJORA

Indikasi pembelokan isu dari rasisme ke referendum hingga pengibaran bendera bintang kejora, mendapat respon kritis dari pemerintah. Bendera bintang kejora dilarang untuk dikibarkan karena dinilai melanggar undang-undang (UU).

"Nggak boleh ini. Negara ini kan punya simbol yang salah satu simbol adalah bendera Kesatuan Republik Indonesia. Bendera kebangsaan hanya satu," kata Menko Polhukam Wiranto, kemarin.

Wiranto meminta masyarakat menaati UU. Dia mengatakan pemerintah akan mengambil tindakan sesuai hukum yang berlaku. "Jadi kalau ada (yang) kemudian mengibarkan bendera itu apalagi di istana, di depan istana dan sebagainya, pasti ada hukumnya, ada undang-undangnya. Kita ikut undang-undang aja lah," ujar dia.

"Nanti kalau ditindak dibilang pemerintah sewenang-wenang, tidak. Pemerintah selalu bertindak sesuai dengan Undang-undang dan hukum yang berlaku. Itu saya jamin," imbuh Wiranto.

Bendera bintang kejora kerap dipakai sebagai simbol menginginkan Papua merdeka. Diketahui, belakangan hari beberapa terakhir ada aksi unjuk rasa di Papua yang digelar sebagai bentuk protes atas insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Aksi juga terjadi di daerah lain seperti di Medan, Sumatera Utara. Dalam aksi tersebut mahasiswa membawa beberapa atribut dan didapati lambang bintang kejora di poster yang massa. Begitu pula unjuk rasa yang digelar di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/8) kemarin. Selain bendera, massa juga mengecat badan mereka dengan corak bintang kejora.

Eksistensi bendera bintang kejora tak terlepas dari sosok Nicolaas Jouwe. Pria yang lahir di Hollandia (saat ini Jayapura) pada 24 November 1924 ini pernah menjadi pemimpin Papua yang anti-Indonesia. Dia sempat ikut dalam aktivitas Gerakan Persatuan Nieuw Guinea yang dibentuk Belanda untuk menentang pengaruh Indonesia. "Saya lah yang membuat Bendera Bintang kejora yang pertama kali dikibarkan pada 1 Desember 1961," kata Nicolaas dalam bukunya, ‘Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran, dan Keinginan’.

UJIAN JOKOWI

Kerusuhan di Tanah Papua kini menyedot perhatian masyarakat nasional. Atensi yang besar harus diberikan pemerintah guna penyelesaian masalah tersebut. Kini, ‘tangan dingin’  Presiden Jokowi untuk menuntaskan gejolak di Bumi Cenderawasih, sangat dibutuhkan.

Sebagai bagian dari Indonesia, Tanah Papua harus kembali damai. Isu referendum hingga pengibaran bendera bintang kejora, harus diselesaikan. Jika tidak, berpotensi menjadi ‘bom waktu’ di kemudian hari.

Pengamat politik dan kemasyarakatan Rolly WD Toreh SH beranggapan, kondisi di Papua saat ini menjadi ujian bagi Jokowi. Di akhir jabatan dan untuk memulai eposide baru pemerintahannya, Tanah Papua harus damai. Untuk itu, upaya penanganan yang persuasif dan tidak menyakiti hati masyarakat, harus diprioritaskan. “Ya, ini akan jadi ujian berat buat Pak Presiden kita. Bagaimana dia harus mengupayakan keteduhan di Bumi Cenderawasih,“ ungkapnya, Kamis (29/8).

Harus diakui, menurut dia, menyelesaikan persoalan di Papua harus penuh kehati-hatian sehingga tidak menimbulkan ketersinggungan. “Artinya, penanganannya harus komprehensif. Sehingga ke depan, tidak akan muncul aksi-aksi seperti ini lagi. Nah, dibutuhkan kesadaran bersama seluruh masyarakat Indonesia untuk membantu pemerintah mewujudkan itu. Misalnya, tidak berlaku rasis dan menjaga kedamaian,” tandas dia.

Jokowi, kata Rolly, pasti punya jalan keluar yang jitu. Namun, membutuhkan topangan dari jajarannya serta pihak-pihak terkait baik yang berada di pusat bahkan di Papua sendiri. “Nantinya, pertemuan presiden dengan tokoh adat Papua yang sudah direncanakan, diharapkan terlaksana. Itu akan menjadi forum untuk meninventalisir segala persoalan di daerah otonomi khusus itu,” saran Rolly.

“Masyarakat Indonesia harus menopang pemerintah. Mari kota berdoa untuk Papua agar kembali kondusif,” imbuh dia.(dtc/ant/tim ms)


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting