TUNTUTAN REFERENDUM DI PAPUA MENGUAT


- Deiyai Ricuh, 1 Anggota TNI dan 2 Warga Sipil Tewas

- Bendera Bintang Kejora Berkibar di Depan Istana

 

Papua, MS

 

Situasi di tanah Papua kembali mencekam. Aksi demo di Kabupaten Deiyai, Rabu (28/8) kemarin, berujung rusuh. Dua warga sipil dan seorang anggota TNI, dikabarkan tewas. Sementara beberapa anggota polisi dan TNI, dilaporkan mengalami luka-luka. Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) diduga jadi pemicu bentrok. Tuntutan referendum di Papua lagi-lagi mencuat. 

Informasi yang terangkum, awalnya aksi unjuk rasa ratusan massa di halaman kantor Bupati Deiyai, Wagete, Papua, berlangsung tertib. Suasana mulai memanas, ketika massa menuntut Bupati Deiyai untuk menyetujui referendum di Papua.

Aparat kepolisian dan TNI yang melakukan pengamanan pun berinisiatif melakukan negoisasi. Tapi massa yang mayoritas menggunakan atribut Bintang Kejora tetap mendesak bupati untuk segera meneken persetujuan referendum.

Disaat proses negoisasi, jumlah massa makin bertambah. Massa itu kemudian melakukan tarian Waita atau tarian perang. Diduga merasa tuntutannya dihalangi aparat, massa menjadi beringas dan menyerang aparat dengan parang dan anak panah.

Bahkan massa dilaporkan sempat merampas sejumlah senjata api milik TNI. Tak ayal, aksi saling serang dan baku tembak pun tak terhindarkan. Seorang anggota TNI dan dua warga sipil dikabarkan tewas. Sedangkan sejumlah anggota polisi dan TNI dilaporkan mengalami luka-luka. Sementara korban luka lainnya dari warga sipil belum diketahui.

Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja dalam keterangannya membenarkannya adanya peristiwa rusuh di Deiyai tersebut. Massa pendemo disebut bertindak brutal sampai merampas senjata api aparat keamanan, hingga berujung baku tembak.

“Awalnya yang berunjuk rasa hanya ratusan orang. Lalu tiba-tiba datang ribuan orang lalu melakukan tarian waeta dan menyerang mobil TNI,” ujar Kapolda.

Massa yang menyerang mobil TNI yang sedang parkir, lalu merampas senjata api. “Anggota TNI yang menjaga mobil diserang dengan cara diparang dan ditusuk dengan anak panah dibagian kepala hingga meninggal,” terangnya.

Dengan senjata rampasan sekitar 10 pucuk, massa kemudian menembaki aparat lain yang menjaga aksi unjuk rasa. “Massa yang sudah pegang senjata kemudian melakukan penembakan ke arah petugas aparat keamanan gabungan TNI dan Polri,”ungkap Kapolda.

Alhasil, unjuk rasa mulanya berjalan damai, berubah jadi brutal. “Personil yang menjaga unjuk rasa  membalas tembakan ke arah massa yang membawa senjata api,” kata Kapolda.

Ia menepis isu yang menyebut ada 6 warga sipil yang tewas dalam kontak senjata tersebut. “Korban dari pihak massa 2 orang bukan 6 orang. Pihak TNI satu anggota yang tewas, lainnya luka-luka. Sedangkan anggota (Polisi, red) ada tiga yang luka kena panah. Semua korban sudah di evakuasi ke RS Paniai di Enarotali,”  terangnya. “Malam ini (Tadi malam, red) situasi sudah aman. Tapi semua aparat gabungan tetap melakukan pengamanan,” tandasnya.

Ditempat terpisah, Kapendam XVII Cendrawasih, Letkol Eko Daryanto juga membenarkan seorang anggota TNI tewas akibat terkena panah dalam pengamanan demo di Deiyai.  Selain menewaskan anggota TNI dengan panah, 10 pucuk senjata api jenis SS1 V2 juga dirampas massa. "Ada yang rampas senjata api milik anggota di lapangan, 10 pucuk hilang," ujar Kapendam XVII Cenderawasih Letkol Eko Daryanto.

Perampasan senjata terjadi saat massa menyerang aparat keamanan. "Aparat terdesak dan massa merampas senjatanya," tambah Eko.

Sementara aparat yang tewas dan terluka serta demonstran yang terluka sudah dievakuasi dari lokasi kejadian menuju Paniai. "Telah tiba di RSUD Paniai, korban dari demonstrasi bertema rasisme di wilayah Distrik Waghete Deiyai," ujarnya.

“Rencana besok (hari ini, red) para korban akan di evakuasi ke Nabire atau Timika dengan menggunakan Pesawat terbang atau pun Helikopter,” tandasnya.

Identitas korban dari TNI, pertama TNI Serda Ricson meninggal, Sertu Sunendra serta Serka Arif Y, luka akibat anak panah dan senjata taja. Sedangkan dari Polri, Bripda Dedi, Bripka Rifki dan Barada Akmal. Ketiganya terkena anak panah.

"Direncanakan besok akan di evakuasi ke Nabire atau Timika menggunakan Pesawat terbang atau pun Helikopter," kata Eko Daryanto.

Diketahui, aksi unjuk rasa di Deiyai sudah yang kedua kalinya terjadi di Bulan Agustus.  Sebelumnya aksi yang sama berlangsung 24 Agustus 2019 lalu yang diikuti ribuan massa. Dalam aksinya massa sempat mengibarkan bendera bintang kejora (simbol Papua Merdeka) ditengah lapangan. Tak hanya itu, massa juga menuntut Bupati Paniai untuk menandatangani persetujuan Referendum di Papua.

KKB DIDUGA OTAK PENYERANGAN

Aksi penyerangan terhadap aparat keamanan dalam aksi demo  di Deiyai Papua, Rabu (28/8) kemarin diduga dilakukan oleh Kelompok Kriminil Bersenjata (KKB). "Penyerangnya diduga terindikasi kelompok KKB," beber Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sendiri menilai ada provokator yang masuk saat massa menggelar demontrasi di Kabupaten Deiyai, Papua. "Ya memang ada (provokator). Jadi sering saya katakan memang poros gerakan politiknya sedang masif, sekarang betul-betul sedang masif," ujar Moeldoko di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.

Moeldoko menjelaskan, terjadinya gejolak di Papua yang berlangsung hingga saat ini tidak terlepas dari peran dua kelompok di Papua yaitu poros politik dan poros bersenjata yang melakukan pergerakan. Kedua kelompok tersebut sekarang sudah sulit menghasut masyarakat Papua setelah pemerintah membangun berbagai infrastrutur.

"Pembangunan yang masif di Papua itu maka kecemasan yang dihadapi oleh mereka (dua poros) adalah dia tidak bisa lagi membohongi rakyat. Dia tidak bisa lagi membohongi dunia luar bahwa Papua itu begini, begini," papar Moeldoko.

Menurut Moeldoko, penanganan aparat kepolisian dan TNI akan dilakukan secara terukur dan tidak secara emosional yang akhirnya bertindak tidak terkontrol. "Karena kalau kita ikut larut dalam emosi, maka langkah tindakan menjadi tidak terkontrol. Memang sengaja diprovokasi untuk itu, tujuannya apa, agar kami melakukan tindakan. Apalagi angkatan bersenjata seperti TNI atau Polri itu sangat diharapkan. Ada korban baru digulirkan," papar Moeldoko.

Ia pun meluruskan pemberitaan Reuters, yang menyebut ada 6 warga sipil yang tertembak di Deiyai, Papua.  "Ini saya cek tadi ke lapangan, ‘Benar nggak, Pangdam, ada yang tertembak 6 orang?’ Justru yang meninggal dari TNI satu orang. Luka dari kepolisian dua orang. Tapi beritanya sudah sampai Reuters, enam masyarakat sipil diberondong oleh aparat keamanan," ujar Moeldoko.

Moeldoko menyayangkan adanya upaya pembentukan opini di luar negeri terhadap Indonesia. Sebab, informasi tewasnya 6 warga belum jelas. "Ini memang ada upaya masif membentuk opini di luar yang dilakukan dan konfirmasi kebenarannya masih belum jelas," katanya.

"Sementara dari Pangdam tadi, karena Pangdam dengan Panglima TNI baru turun dari pesawat, sementara jawabannya seperti itu. Belum ada laporan," imbuhnya.

MAHASISWA DEMO DAN KIBARKAN BENDERA BINTANG KEJORA DI MABES TNI DAN ISTANA

Unjuk rasa juga dilakukan mahasiswa Papua di Jakarta, Rabu (28/8) kemarin. Dalam aksi itu para mahasiswa mengibarkan bendera Bintang Kejora. Tak tanggung-tanggung, aksi itu dilakukan di depan Mabes TNI Angkatan Darat hingga ke Istana kepresidenan.

Awalnya pendemo menggelar aksi di Mabes TNI AD. Sebagian besar massa nampak buka baju dan menari sambil mengibarkan Bendera Bintang Kejora. Mayoritas pendemo yang umumnya lelaki itu juga melukis wajah mereka dengan gambar bendera bintang kejora.

Dalam orasinya, mereka mengutuk keras kericuhan yang terjadi di Surabaya dan mendesak rasialisme rakyat Papua dihentikan. "Kami tegaskan, menghapuskan rasisme dan represi terhadap orang Papua hingga mereka bisa mengerti makna kebahagiaan hidup apabila rakyat Papua mendapatkan haknya untuk menentukan nasib sendiri," ujar koordinaor aksi, Ambrosius.

Selain itu, massa juga menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua serta meminta pegawai Pemprov Papua dan Papua Barat untuk melepas baju dinasnya.

Selanjutnya, mahasiswa melanjutkan aksi  demo di depan Istana. Massa juga mengibarkan Bendera Bintang Kejora. Sang Orator dari atas mobil komando, kembali  menyuarakan kecaman terhadap pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.

Massa mengutuk pelaku yang melakukan tindakan pemukulan berujung penangkapan di Ternate dan Ambon. Selain itu, massa juga menuntut rasialisme terhadap masyarakat Papua dihentikan.

Dalam orasinya, massa juga menolak perpanjang Otonomi Khusus di Papua.  Pendemo menuntut lebih baik dilakukan referendum agar masyarakt Papua dapat menentukan nasibnya sendiri. Massa juga sempat meminta Presiden Jokowi menemui mereka. Mahasiswa juga sempat membakar ban, sambil menari dengan diiringi lagu perjuangan gerakan Papua merdeka.

Aksi demo mahasiswa Papua yang mengibarkan Bendera Bintang Kejora di Istana, ditanggapi arif oleh  Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Dia mengatakan pihak pemerintah saat ini tidak ingin menggunakan emosi sesaat untuk menghadapi hal tersebut. "Begini, kalau kita itu bermain di batas psikologi. Jadi kita juga harus ukur dengan baik. Kita juga enggak boleh emosional," kata Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8).

Menurut dia jika pemerintah melakukan aksi balasan maka akan semakin tidak kondusif. Agar tidak terjadi provokasi seperti apa yang diharapkan pihak lain. "Karena kalau kita ikut larut dalam emosi maka langkah tindakan menjadi tidak terkontrol. Memang sengaja diprovokasi untuk itu, tujuannya apa, agar kita melakukan tindakan. Apalagi angkatan bersenjata seperti TNI atau Polri itu sangat diharapkan. Ada korban baru digulirkan," timpalnya.

REDAM KONFLIK, PANGLIMA SIAP DIALOG DENGAN KOGOYA

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto siap berdialog dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua yang dipimpin Egianus Kogoya. Dialog ini diharapkan dapat menghentikan konflik dan menciptakan Papua lebih damai.

Pernyataan tersebut disampaikan Panglima setelah menggelar tatap muka dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat se-Kabupaten Mimika dan Wamena di Rimba Papua Hotel, Timika, Papua, Rabu (28/8).  "Saya ingin berdialog dengan kelompok Egianus Kogoya cs," kata Hadi yang didampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Ajakan dialog kepada kelompok Egianus Kogoya ini juga disampaikan Hadi saat bertemu dengan tokoh masyarakat di Biak dan Jayapura. Pertemuan itu digelar pada Selasa (27/8) kemarin.

Hadi pun menjelaskan soal penambahan pasukan di Nduga. Itu semata-mata dilakukan karena wilayah tersebut belum kondusif. Terlebih, banyak korban yang meninggal dunia saat karyawan Istaka Karya membangun jembatan di Nduga.

"Ada penambahan pasukan di Nduga untuk menyikapi peristiwa pembantaian 34 karyawan Istaka Karya yang sedang membangun jalan dan jembatan di sana. Sebelumnya sudah ada peristiwa-peristiwa kekerasan, tapi kita tak tambah pasukan, tapi kejadian pembantaian terhadap 34 karyawan Istaka Karya ini mengentakkan kita semua, sehingga kita menambah pasukan untuk mengamankan daerah itu," ujar dia.

"Jika ada yang meminta agar pasukan ditarik kembali, pertanyaannya adalah apakah ada yang bisa menjamin bahwa situasinya akan betul-betul aman, kemudian KKB (kelompok kriminal bersenjata) tidak melakukan kekerasan," sambung Hadi.

Sementara Kapolri sendiri menjamin akan mengakomodir setiap aspirasi dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat Papua. “Kami datang langsung ke Papua untuk mendengarkan secara langsung apa masukan-masukan dari masyarakat di Papua. Pokoknya aspirasi kita akomodasi. Yang penting dialog," imbuh Tito.

Tito menyebut peristiwa di Surabaya, Malang, dan Semarang yang diduga memicu kericuhan di Papua dan Papua Barat akan isu rasisme tidak perlu dilebih-lebihkan lagi. "Intinya adalah saling menghormati. Untuk situasi Papua keseluruhannya aman," timpalnya.

Sementara itu, Panglima Hadi juga menegaskan TNI yang tidak akan menoleransi dugaan-dugaan tindakan rasisme yang memicu kericuhan. Saat ini, menurut Hadi, ada 2 anggotanya yang dimintai keterangan soal isu tersebut.

"TNI tidak memberikan ruang sedikit pun kepada para pelaku rasisme dan saat ini sudah ada 2 anggota yang dimintai keterangan terkait rasisme di Surabaya," kata Hadi. Setelah memberikan keterangan pers, Tito dan Hadi bergerak menuju bandara meninggalkan Timika.

Namun keinginan Panglima untuk dialog dengan KKB guna meredam konflik di Papua, nampaknya belum sejalan dengan kelompok separatis tersebut. Itu menyusul terjadinya kerusuhan  serta baku tembak di Deiyai Rabu kemarin, yang diindikasi ikut didalangi oleh KKB. (dtc/cnn/tnc/kcm)

 


Komentar

Populer Hari ini



Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting