KOALISI PECAH, JOKOWI DIMINTA TEGAS


Jakarta, MS

Partai politik pengusung Joko Widodo-Ma’ruf Amin kans pecah. Perebutan singgasana gedung Senayan jadi pemantik. Ketegangan kian memuncak tatkala Gerindra menuntut ‘jatah’. Ketegasan RI 1 pun dituntut.

Politikus Golkar Bambang Soesatyo menyebut, perebutan posisi Ketua MPR di internal Koalisi Indonesia Kerja menjadi masalah. Menurut Ketua DPR yang akrab disapa Bamsoet itu, ada tiga partai yang mengincar kursi ketua MPR. Golkar, PKB, juga PDI Perjuangan.

"Justru menjadi masalah di parlemen, perebutan kursi Ketua MPR masih terjadi di kalangan koalisi itu sendiri," ujarnya dalam Rapimnas II SOKSI di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (28/7).

"Golkar sebagai pemenang kedua merasa sangat pantas untuk mendapat jatah ketua MPR. Tetapi PKB juga mengincar kursi itu. PDIP juga berniat," jelasnya.

Presiden Joko Widodo perlu tegas untuk meredakan ketegangan dalam internal koalisinya. Bamsoet percaya Jokowi dapat menghadapi masalah tersebut dengan elegan.

"Untuk meredakan ketegangan di internal koalisi perlu ketegasan Presiden Jokowi. Saya yakin Presiden Jokowi mampu menghadapinya dengan elegan," ucapnya.

Dia menilai Jokowi perlu meredakan ketegangan untuk memudahkan menjalankan kebijakan di periode kedua mendatang.

Bamsoet pun mengungkap alasan partai-partai mengincar kursi ketua MPR. Posisi tersebut strategis karena ada agenda untuk melakukan amandemen UUD.

"Selain ingin menunjukkan kewibawaan dan keberhasilan sebuah partai, kursi MPR ke depan sangat penting dan strategis karena terkait dengan keinginan untuk melakukan amandemen," terangnya.

 

SATU PARPOL PENGUSUNG JOKOWI BAKAL TAK KEBAGIAN

Drama ketegangan tak hanya mewarnai perebutan takhta Ketua MPR tapi seluruh kursi pimpinan lembaga itu. Wacana ‘paket’ kini mengencang. Kondisi ini makin memanaskan bara di tubuh parpol pengusung Jokowi.

Ketua DPP PKB, Jazilul Fawaid berharap hanya ada satu paket pimpinan MPR. Paket itu diharapkan hanya diisi dari partai Koalisi Indonesia Kerja. Sehingga paket pimpinan MPR terpilih aklamasi.

"Kalau komunikasi dibangun dengan baik, dengan satu paket, selesai aklamasi. Tapi kalau tidak kan terbuka paket lain," ujar Jazilul baru-baru ini.

Disinggung kemungkinan terbukanya komposisi pimpinan MPR dari luar partai pendukung pemerintah, Jazilul menilai diperlukan komunikasi politik.

Selain itu, ada hal lain yang juga harus dibahas. Yakni jumlah kursi dan komposisi pimpinan MPR. Kursi pimpinan MPR berjumlah lima dengan komposisi empat dari partai politik dan satu kursi jatah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dengan terbatasnya jatah kursi ini, membuat parpol koalisi pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin kemungkinan besar ada yang tak mendapat kursi. Sebab, parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin berjumlah lima partai. PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem.

"Nah di situ yang bisa dibahas. Kan bisa saling sharing di tempat lain," kata Jazilul.

Karena itu pula terbuka kans adanya paket lain. Jazilul mengatakan saat ini masih belum terlihat, namun bisa keluar tiga paket.

"Kalau mau buat sendiri, bisa 3 paket kok," tandasnya.

 

 

GERINDRA MENUNTUT

Kisah perebutan tampuk pimpinan lembaga wakil rakyat RI semakin membara dengan kehadiran Gerindra. ‘Hak’ diminta. Tradisi, jadi dasar tuntutan.

Gerindra tak main-main incar jabatan kursi Ketua MPR. Alasannya, partai pimpinan Prabowo Subianto ini menjadi pemenang kedua secara nasional di Pemilu 2019. Gerindra ingatkan kebaikan SBY saat memberikan kursi Ketua MPR kepada PDIP tahun 2009 lalu.

Ketua DPP Gerindra, Ahmad Riza Patria mengklaim Gerindra bisa menjadi wakil kubu pengusung Prabowo-Sandiaga. Menurutnya, pada 2009 lalu, Demokrat sebagai pemenang pemilu memberikan kursi Ketua MPR kepada Taufiq Kiemas yang kader PDIP.

Tradisi SBY ini dintutut harus dilakukan juga oleh PDIP. Sehingga kursi Ketua MPR diberikan kepada kader Gerindra.

"Kita membudayakan (tradisi) Pak SBY. SBY memberikan kesempatan kepada PDIP diberikan kursi. Ini jadi pertimbangan juga. Jadi pantes juga Gerindra," sebut Riza.

Bahkan, Gerindra telah menyiapkan sejumlah nama untuk mengisi paket pimpinan MPR. Calonnya, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yang sekarang menjabat Wakil Ketua MPR, Waketum Gerindra Fadli Zon yang kini menjabat Wakil Ketua DPR, Waketum Sufmi Dasco Ahmad, serta Waketum Edhy Prabowo.

"Kita punya banyak nama, di antaranya Pak Muzani kan sudah wakil, kan kalau naik kelas bisa sedikit. Di antaranya ada Pak Dasco, ada Pak Edhy, ada Pak Fadli Zon, yang lain-lain juga banyak ya," papar Riza.

Gerindra juga mengincar posisi Ketua MPR. Kendati, partai-partai koalisi pendukung Presiden Joko Widodo merasa pantas mengisi posisi tersebut.

Riza mengatakan, secara perolehan suara tingkat nasional nomor dua di bawah PDIP dan di atas Golkar. Sehingga pantas pula mengisi Ketua MPR.

"Karena Gerindra adalah partai ranking dua nasional perolehan suara cocok juga jadi ketua MPR," tegasnya.

 

 

KERETAKAN TERLIHAT

Ponsi keretakan koalisi pendukung Presiden Joko Widodo, kian terlihat.

Mimpi buruk itu bisa terjadi apabila paket MPR terpecah menjadi dua.

Pandangan itu dikemukakan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda. Ia melihat ada peluang Golkar, NasDem, PKB dan PPP membentuk satu paket MPR. Sementara, PDI Perjuangan membuka satu paket lagi.

"Potensi koalisi retak dan bahkan bisa pecah kalau di parlemen usung paket berbeda," nilai Hanta.

Potensi keretakan koalisi terlihat dari munculnya dua ‘poros’ dalam tubuh koalisi Jokowi. "Poros baru berpotensi mengkristal maka inilah cikal bakal keretakan koalisi," tandas Hanta.

Pertama NasDem, Golkar, PKB, dan PPP yang para ketua umum berkumpul membahas paket MPR di DPP Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat. Mereka sepakat menolak partai oposisi masuk. Namun, PDIP absen dalam pertemuan tersebut.

Poros kedua adalah pertemuan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Pertemuan menampilkan narasi kemesraan kisah lama Megawati-Prabowo. PDIP dan Gerindra dalam posisi politik yang bertolakbelakang dalam Pemilu 2019. PDIP bersama NasDem, Golkar, PKB, dan PPP barisan pendukung Presiden Joko Widodo.

Pertemuan Megawati-Prabowo beriringan dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh yang menjamu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hanta melihat ada sindiran oleh NasDem karena Anies merupakan tokoh yang erat dengan barisan Prabowo dan oposisi.

Hanta menilai, kepiawaian Jokowi dibutuhkan dalam mengelola hal ini. Bisa menjadi peluang dan tantangan. Menurutnya kalau Jokowi bisa mengolahnya, tidak ada tokoh partai yang dominan. Semua saling imbang.

"Dengan saling imbang, maka presiden bisa menjadi penentu," kata dia.

Menurut Ketua Bidang Politik DPP KNPI Almanzo Bonara, sebagai organisasi gerakan kepemudaan DPP KNPI, pertemuan Prabowo dan Megawati perlu disikapi. Dia menilai perlu ada pembicaraan lebih lanjut mengenai sikap oposisi dan pemerintah ke depan.

"Perlu ada pembicaraan lebih lanjut," ucapnya.

Sedangkan Sekjen KNPI, Addin Jauhari mengatakan kursi MPR memang vital karena memiliki tugas menjaga empat pilar kebangsaan. Presiden Joko Widodo sangat menentukan. Apakah Jokowi bisa menggaet Gerindra masuk pimpinan MPR atau tetap satu paket koalisi pendukungnya.

"Ini kan memang sangat dinamis ya, saya kira semua satu ada pada Pak Jokowi. Kedua tentu partai politik pendukung," kuncinya. (tim ms/merdeka)


Komentar

Populer Hari ini




Sponsors

Daerah

Sponsors


Mail Hosting